Alasan Riset Vaksin Merah Putih Tetap Jalan Meski Sudah Impor

Alasan Riset Vaksin Merah Putih Tetap Jalan Meski Sudah Impor
CNN Indonesia
Editor: Malda Teras Viral —Selasa, 20 Oktober 2020 14:25 WIB

Terasjabar.id -- 

Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset Nasional (Menristek/ Kepala BRIN) Bambang Brodjonegoro membeberkan alasan pemerintah masih mengembangkan riset vaksin Merah Putih meski Indonesia telah mengimpor tiga kandidat vaksin corona dari China.

Pertama, Bambang menjelaskan kebutuhan vaksin Covid-19 di Indonesia sangat besar karena memiliki 270 juta penduduk. Belum lagi Bambang mengatakan vaksin Covid-19 harus disuntikkan dua kali.

"Otomatis negara dengan jumlah penduduk sebesar ini tidak bisa bergantung sepenuhnya dengan vaksin impor. Karena kita kita menjalankan double track, pertama kerja sama dengan pihak luar, yang kedua adalah pengembangan vaksin sendiri," ujar Bambangdalam acara HUT Golkar, Selasa (20/10).


Bambang mengingatkan Indonesia harus melakukan vaksinasi kepada 180 juta orang untuk mencapai imunitas kelompok atau herd immunity. Artinya Indonesia membutuhkan 360 juta vaksin dalam waktu dekat.

Bambang juga menjelaskan vaksinasi tak bisa dilakukan langsung serentak dan membutuhkan waktu karena Indonesia yang begitu luas.

"Mungkin tak ada sejarahnya kita lakukan vaksinasi ini se-massal ini dalam waktu yang relatif pendek. Karena itu kami melihat vaksin merah putih tetap relevan," tutur Bambang.

Kedua, Bambang mengatakan pengembangan vaksin Covid-19 banyak ketidakpastian meski dinyatakan ada pengembangan vaksin yang lebih cepat. Dalam pengembangannya, vaksin harus memenuhi dua syarat utama, yaitu efektivitas dan keamanan.

Bambang memberikan contoh uji klinis vaksin Astrazeneca yang dihentikan sementara karena menimbulkan efek samping yang tak bisa dijelaskan ke salah satu relawan.

"Harus hentikan uji klinis III sementara mengingat ada 1 orang, bayangkan hanya 1 dari relawannya yang kebetulan mengalami gangguan di sistem saraf otak sebagai akibat dari  vaksin," kata Bambang.

Padahal Astrazeneca telah bekerja sama dengan Indonesia dan akan memasok 100 juta dosis vaksin mulai April 2020.


Oleh karena itu, Bambang menjelaskan penghentian vaksin ini hanya karena satu orang relawan menimbulkan gejala merupakan bukti bahwa keamanan vaksin tak bisa dikompromikan.

Bambang juga menyinggung soal ketidakpastian efektivitas atau kemanjuran vaksin yang dikembangkan dalam waktu yang sangat singkat ini.

Hal ini ia ungkap mengingat pengembangan vaksin penyakit lain yang membutuhkan waktu bertahun-tahun. Bahkan ada penyakit yang hingga saat ini tidak memiliki vaksin.

"Kita berharap tentunya untuk Covid-19 ini bisa berbeda dan banyak orang yang melakukan upaya pencarian vaksin ini. Jadi tetap saja ada unsur ketidakpastian dalam kemanjurannya," kata Bambang.

Sebelumnya, pemerintah mengatakan vaksin Covid-19 sudah bisa mulai disuntikkan secara bertahap pada akhir November 2021 ini.

Rinciannya, Sinovac akan mengirimkan 3 juta dosis vaksin yang terbagi 1,5 juta pada November, dan 1,5 juta dosis pada Desember; Sinopharm (G24) sebanyak 15 juta dosis vaksin; dan CanSino 100 ribu dosis.

Wakil Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Herawati Sudoyo juga sempat mengungkap vaksin Covid-19 buatan dalam negeri penting agar lebih mudah bagi Indonesia untuk menciptakan vaksin baru untuk menghadapi mutasi virus corona.

Vaksin dalam negeri ini juga diperlukan jika vaksin dari luar negeri ternyata tidak ampuh menangkal Covid-19. Sebab, menurutnya virus corona SARS-CoV-2 saat ini masih menyimpan banyak misteri.

"Ini virus kan masih kita tidak ketahui, kalau seandainya dia mutasi 3 atau lima tahun lagi, kalau kita tahu bagaimana mekanisme mutasi, atau kalau kita tahu vaksin tidak efektif, kita bisa memproduksi kembali, karena semua teknologi sudah ada di tangan," ujar Herawati dalam Webinar, Jumat (24/7).

Selain itu, Herawati juga mengatakan vaksin Covid-19 buatan lokal diperlukan untuk memenuhi kebutuhan vaksin di Indonesia.

(jnp/eks/CNN)

China Pemerintah Menristek Vaksin Corona


Loading...