Ketahui Hak-hak Pekerja untuk Mendapat Pesangon

Ketahui Hak-hak Pekerja untuk Mendapat Pesangon
CNN Indonesia
Editor: Malda Teras Viral —Sabtu, 17 Oktober 2020 09:34 WIB

Terasjabar.id -- 

Urusan pesangon jadi topik yang ramai diperbincangkan setelah Undang-undang (UU) Cipta Kerja atau Omnibus Law Ciptaker disahkan DPR pada 5 Oktober lalu. Tak hanya dari kalangan pekerja, komentar terkait pesangon juga datang pengacara senior Hotman Paris Hutapea.

Lewat akun Instagram pribadinya, ia memberi masukan soal pentingnya aturan terkait durasi penyelesaian perkara pesangon yang membutuhkan waktu 1-2 tahun. Durasi itu merupakan proses penyelesaian perkara dari pelaporan pekerja ke Kementerian Ketenagakerjaan, lalu ke pengadilan perburuhan, hingga ke Mahkamah Agung (MA).

Terlepas dari hal-hal tersebut, UU Ciptaker telah membuat para buruh atau pekerja kembali membaca ulang ketentuan terkait pesangon dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasalnya, tak sedikit di antara mereka yang masih awam dan belum memahami hak-haknya terkait pesangon.

Padahal, pengetahuan ini penting sebagai landasan pekerja dalam menuntut pesangon kepada perusahaan, baik jika terjadi pemutusan kerja maupun jika karyawan hendak mengundurkan diri dari sebuah perusahaan. Jika Anda seorang buruh atau pekerja hal-hal ini perlu diketahui sebelum menuntut pesangon.

LIHAT JUGA ZODIAK HARI INI : 


Perbedaan Karyawan PHK dan Mengundurkan Diri

Seperti telah disebutkan sebelumnya, secara umum, ketentuan terkait besaran pesangon terbagi menjadi dua yakni pesangon karyawan terkena PHK maupun karyawan mengundurkan diri (resign).

Pengamat Ketenagakerjaan Timboel Siregar menyampaikan karyawan dapat terkena PHK jika terjadi kondisi yang tertera dalam Pasal 61 UU Ketenagakerjaan antara lain, pekerja meninggal dunia, jangka waktu kontrak kerja telah berakhir, dan adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Selain itu, PHK juga dapat terjadi dengan adanya keadaan atau kejadian tertentu yang melanggar perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Kondisi ini dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Sementara, karyawan resign adalah berakhirnya hubungan kerja atas kemauan atau keinginan karyawan. Dalam Pasal 162 ayat (3) UU Ketenagakerjaan disebutkan pengunduran diri harus memenuhi syarat.

Pertama, mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri. Kedua, tidak terikat dalam ikatan dinas. Ketiga tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal berlakunya pengunduran diri.

Hak Pesangon Karyawan Kena PHK

Dalam UU Ketenagakerjaan, aturan pesangon bagi karyawan yang terkena PHK diatur dalam Pasal 156 ayat (1) yang berbunyi:

"Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima."

Sementara itu, besaran uang pesangon bagi karyawan terkena PHK diatur dalam pasal 156 ayat (2). sementara uang penghargaan masa kerja diatur lebih lanjut pada pasal 156 ayat (3).

Terkait dengan uang penggantian hak, ketentuannya diatur dalam Pasal 156 ayat (4) yang menjelaskan bahwa uang penggantian yang dimaksud terdiri dari hak cuti yang belum diambil oleh karyawan, ongkos pulang bagi karyawan ke tempat ia pernah diterima kerja, dan penggantian uang perumahan dan perawatan.

Namun, dalam UU Ciptaker, penggantian uang perumahan dan perawatan dihapus. Sehingga, uang penggantian hak ini hanya bisa diperoleh jika terdapat dalam perjanjian kerja.

Hak Pesangon Karyawan Resign

Karyawan yang mengajukan resign tak akan mendapatkan uang pesangon maupun uang penghargaan masa kerja melainkan uang penggantian hak dan uang pisah. Hal ini diatur secara lengkap dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan pasal 162 ayat (1) dan (2).

Sedangkan besaran uang penggantian hak diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Pasal 156 ayat (4).

Sanksi Keterlambatan Pesangon

Dalam ketentuan Pasal 156 ayat 1 UU Omnibus Law Cipta Kerja diatur bila terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

Satu tahun dan paling lama empat tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp400 juta. Ancaman sanksi tertuang di Pasal 185 ayat 1 di UU Ciptaker. Sanksi dijatuhkan karena tidak membayar pesangon masuk kategori tindak pidana.

Gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial

Jika dalam pembayaran kompensasi terdapat kekurangan bayar atau tak sesuai ketentuan, pekerja dapat melakukan gugatan ke pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial. Pengamat Ketenagakerjaan sekaligus Guru Besar Hukum Perburuhan Universitas Indonesia (UI) Aloysius Uwiyono mengatakan pelanggaran terhadap hak pesangon yang muncul dalam PHK, masuk dalam kualifikasi perselisihan PHK.

Ia menuturkan lantaran pengusaha tak membayar hak pesangon yang timbul akibat PHK, permasalahan itu bukan kategori perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, melainkan perselisihan hubungan industrial sehingga penyelesaiannya masuk ke dalam kewenangan PHI.

Namun, kata Aloy, jangan kaget jika penyelesaian perkara pesangon ini membutuhkan waktu 1-2 tahun, mulai dari pelaporan pekerja ke Kementerian Ketenagakerjaan, lalu ke pengadilan perburuhan, hingga ke Mahkamah Agung (MA).

"Karena tak ada paksaan dalam PHI, dia bisa sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Kalau pun sampai putusan MA, dia masih harus lakukan Aanmaning ke Pengadilan negeri untuk memaksa perusahaan menjalankan putusan," tandasnya.(CNN)

UU Cipta Kerja Omnibus Law Elemen KAMI Ulama Perusahaan


Loading...