IPW Desak Polri Buka Kasus LGBT Khususnya yang Diduga Melibatkan Jenderal Bintang 1

IPW Desak Polri Buka Kasus LGBT Khususnya yang Diduga Melibatkan Jenderal Bintang 1
Tribunjakarta
Editor: Malda Teras Viral —Jumat, 16 Oktober 2020 12:55 WIB

Terasjabar.id - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai sikap petinggi TNI AD yang membuka kasus LGBT di institusinya, patut diacungi jempol.

"Berkaitan dengan itu, Polri juga harus segera membuka kasus kasus LGBT di institusinya."

"Terutama mengenai Brigjen E yang sempat ditahan Propam Polri beberapa waktu lalu," kata Neta S Pane kepada Wartakotalive, Jumat (16/10/2020).

IPW, kata Neta, mendesak Polri agar bersikap transparan dan Promoter untuk menjelaskan, benarkah Brigjen E ditahan Propam terkait kasus LGBT.

"Di awal menjadi Kapolri, Idham Azis pernah menahan belasan polisi yang diduga LGBT di Propam Polri, termasuk Brigjen E."

"Sikap Idham ini patut diacungi jempol. Sayangnya kelanjutan kasusnya 'menjadi misteri' karena tidak ada kelanjutan yang transparan," tutur Neta.

Baca juga: Kasus Covid-19 Salip Filipina dan Dekati Italia, Indonesia Naik ke Peringkat 18 Dunia

Sebab itu, menurut Neta, sikap Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung (MA) Mayjen Burhan Dahlan yang membuka isu LGBT di lingkungan TNI, patut diapresiasi.

"Selama ini isu itu sangat tertutup dan cenderungi ditutupi."

"Namun belakangan pimpinan TNI AD mulai gelisah dengan isu ini."

"Apalagi ada kabar bahwa ada kelompok baru, yakni kelompok persatuan LGBT TNI-Polri," ujar Neta.

Di mana katanya, pimpinannya berpangkat sersan, namun ada anggotanya ada yang berpangkat letkol.

"Pimpinan Mabes AD juga sempat marah lantaran terdapat 20 kasus prajurit TNI LGBT yang dibebaskan majelis hakim pengadilan militer."

"Ke-20 TNI LGBT ini berasal dari Makassar, Bali, Medan, Jakarta," papar Neta.

Isu LGBT, katanya, tidak hanya mendera TNI, di Polri isu ini juga sempat menjadi pembicaraan hangat.

"Apalagi saat awal Jenderal Idham Azis menjabat sebagai Kapolri, ada belasan polisi LGBT yang ditahan dan diproses Propam Polri."

Baca juga: Din Syamsuddin: Ujaran Kebencian Terhadap Tokoh-tokoh KAMI Kenapa Tidak Diusut?

"Salah satu di antaranya adalah perwira tinggi berpangkat Brigjen yang pernah bertugas di Deputi SDM Polri."

"Namun baik Propam maupun Polri tidak pernah menjelaskan hal ini secara transparan," papar Neta.

Bahkan, tambah Neta, Polri terkesan sangat tertutup dengan kasus ini, sehingga sampai kini tidak diketahui nasib kasus belasan polisi LGBT tersebut.

"IPW berharap TNI Polri harus bersikap tegas dalam kasus ini."

"Sebab sejatinya prajurit yang LGBT dihindari TNI Polri, mengingat TNI Polri mengemban tugas menjaga pertahanan dan keamanan negara."

"Sehingga TNI Polri sangat membutuhkan figur anggota yang benar-benar sejati," ucapnya.

Jika prajurit TNI Polri itu memiliki kebiasaan yang menyimpang, menurut Neta, bagaimana mereka bisa menjalankan tugas dengan baik?

"Dalam kasus LGBT di TNI misalnya, dijelaskan secara transparan bahwa 20 berkas perkara yang masuk ke peradilan militer adalah persoalan hubungan sesama jenis."

"Yakni antara prajurit dengan prajurit, ada yang melibatkan dokter yang pangkatnya perwira menengah," tutur Neta.

Ada pula yang melibatkan lulusan baru dari Akmil dan terendah prajurit dua (Prada).

"Mereka adalah korban LGBT di lembaga pendidikan."

"Pelatihnya punya perilaku menyimpang, lalu memanfaatkan kamar-kamar siswa untuk LGBT."

"Apa yang terjadi di TNI ini tentu tak boleh dibiarkan dan harus ada upaya untuk membersihkannya," tutur Neta.

Karena itu, lanjut Neta, IPW memberi apresiasi TNI AD sudah membuka hal ini secara transparan, sehingga bisa segera diatasi dengan tuntas.

"IPW juga berharap Polri bisa bersikap transparan untuk membuka persoalan LGBT di internalnya agar bisa diselesaikan."

"Terutama mengenai Brigjen E dan belasan polisi lainnya yang sempat ditahan di Propam Polri," cetus Neta.

Sebelumnya, Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung Mayjen TNI (Purn) Burhan Dahlan mengungkap banyaknya perkara lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), di lingkungan prajurit TNI.

Berdasarkan laporan yang ia terima, sekurangnya ada 20 berkas perkara yang masuk ke peradilan militer.

Ia mengungkapkan, perkara tersebut melibatkan oknum perwira menengah berpangkat letnan kolonel dokter, hingga yang terendah berpangkat prajurit dua.

Hal itu ia ungkapkan dalam tayangan bertajuk Pembinaan Teknis dan Administrasi Yudisial pada 4 Lingkungan Peradilan di Seluruh Indonesia, yang diunggah dan disiarkan secara langsung di kanal YouTube Mahkamah Agung, Senin (12/10/2020).

"Persoalannya, belakangan ini banyak perkara masuk ke peradilan militer."

"Ada 20 berkas perkara yang saya dilapori, itu masuk ke peradilan militer, persoalan-persoalan terkait dengan hubungan sesama jenis antara prajurit sesama prajurit."

"Ada yang melibatkan dokter, tentunya pangkatnya perwira menengah, letnan kolonel dokter," kata Burhan.

Burhan mengungkapkan, dari laporan tersebut ada juga perkara yang melibatkan prajurit yang baru lulus Akademi Militer sebagai korbannya.

"Ada yang baru lulusan Akademi Militer, berarti letnan dua atau letnan satu, dan banyak lagi yang terendah adalah prajurit dua."

"Itu adalah korban LGBT. Jadi di lembaga-lembaga pendidikan, pelatihnya punya perilaku yang menyimpang."

"Dimanfaatkanlah di kamar-kamar siswa itu untuk melakukan LGBT oleh pelatihnya kepada anak didiknya itu," ungkap Burhan.

Burhan mengungkapkan, perkara tersebut ditemukan di sejumlah kota besar, di antaranya Makassar, Bali, Medan, dan Jakarta.

"Dihitung-hitung ada 20 berkas LGBT ini. Ada yang dari Makasar, Bali, Medan, Jakarta, saya tidak tahu lagi dari mana dari mananya."

"Hanya sayang dari Papua yang belum ada, saya tidak mengerti karena apa itu."

"Tapi Makassar kok banyak, Bali ada, Medan banyak, Jakarta banyak sekali."

"Dan diputuslah bebas oleh pengadilan militer itu," beber Burhan.

Burhan mengungkapkan, sebelumnya ia pernah diajak diskusi oleh pimpinan TNI Angkatan Darat di Markas Besar TNI Angkatan Darat beberapa waktu lalu.

Ia mengatakan, pimpinan TNI Angkatan Darat yang tidak ia sebutkan namanya tersebut marah kepadanya.

Karena, semua putusan-putusan peradilan tersebut justru membebaskan para oknum TNI pelaku penyimpangan seksual itu.

"Ini sumber kemarahan Bapak Pimpinan Angkatan Darat."

"Saya limpahkan ke Pengadilan Militer supaya dipecat, dihukum, supaya yang lain tidak ikut, malah dibebaskan."

Baca juga: Selain Syahganda Nainggolan, Ini 6 Orang yang Dikabarkan Diciduk Polisi Terkait Hoaks UU Cipta Kerja

"Apa semuanya mau jadi LGBT tentara Angkatan Darat ini, Pak Burhan? Marah Bapak kita di sana," tutur Burhan.

Namun demikian, Burhan menjelaskan kepada pimpinan TNI Angkatan Darat tersebut apa yang menyebabkan para oknum TNI tersebut diputus bebas.

Burhan mengatakam, ketika itu ia menyampaikan kepada pimpinan TNI Angkatan Darat, pasal yang digunakan untuk menjerat para oknum TNI tersebut tidak tepat.

Hal itu karena menurutnya pasal yang digunakan untuk menjerat para oknum TNI tersebut pasal KUHP.

"Saya jelaskan Pak, wajar dibebaskan. Kenapa? Karena yang diancamkan KUHP. KUHP ini belum mengatur yang demikian, Pak."

"KUHP ini belum mengatur orang dewasa melakukan perbuatan cabul dengan sesama dewasa, yang dilarang itu dengan anak di bawah umur."

"Itu baru bisa dihukum. Itu dalam pasal 292 KUHP."

"Kalau seandainya dewasa dengan dewasa, letnan dengan sersan, sersan dengan prajurit, itu sudah dewasa sama dewasa tidak bisa dikenakan pasal 292, Pak," jelas Burhan.

Dipimpin Sersan

Pimpinan TNI AD, lanjut Burhan, menyampaikan kepadanya menemukan ada kelompok-kelompok LGBT di lingkungan TNI.

Kelompok tersebut, kata Burhan, bernama Persatuan LGBT TNI-Polri.

Berdasarkan diskusi tersebut, Burhan mengatakan kelompok itu dipimpin oleh oknum TNI berpangkat sersan.

Baca juga: Syahganda Nainggolan Ditangkap, KAMI Minta Jangan Sampai Alat Bukti Baru Dicari Setelah Diciduk

Sedangkan oknum TNI anggotanya ada yang berpangkat letnan kolonel.

"Mereka menyampaikan kepada saya, ternyata sudah ada kelompok-kelompok baru, kelompok Persatuan LGBT TNI-Polri."

"Pimpinannya sersan, anggotanya ada yang letkol. Ini unik tapi ini memang kenyataan," papar Burhan.

Ia pun kemudian teringat ketika pertama kali bertugas menyidangkan kasus penyimpangan seksual di lingkungan TNI pada 2008 lalu di Surabaya, Jawa Timur.

Dalam putusannya pada kasus tersebut, ia memerintahkan komandan oknum TNI tersebut untuk mengobatinya sampai sembuh.

Hal itu karena berdasarkan keterangan saksi ahli, oknum TNI perwira menengah tersebut menjadi penyuka sesama jenis karena dampak tekanan tugas operasi di Timor Timur.

"Begitu tertekannya dia dalam tugas operasi itu, sehingga membentuk pikiran, perasaan, mentalnya dia menjadi ada penyimpangan."

"Pulang di homebasenya di Makassar, dia tidak menyenangi istrinya lagi, bahkan dia menjadi penyenang kaum laki-laki."

"Itu fenomena awal yang saya sidangkan, pertama kali dulu. Dan itu saya putus obati oleh komandannya sampai dia sembuh," terang Burhan.

Menurutnya, kasus tersebut sangat berbeda dengan fenomena LGBT yang muncul di lingkungan TNI belakangan ini.

Ia menilai fenomena sekarang ini bukan diakibatkan oleh teknanan tugas operasi, melainkan akibat fenomena pergaulan.

"Lebih diakibatkan oleh banyaknya menonton dari WhatsApp, menonton video, dan sebagainya."

"Ini telah membentuk perilaku yang menyimpang termasuk di dalamnya adalah keinginan melampiaskan libidonya kepada sesama jenis."

"Ini yang terjadi di lingkungan TNI dan masuk perkaranya ke peradilan militer," beber Burhan.

Namun celakanya, kata Burhan, perkara penyimpangan seksual oleh oknum TNI yang diputus di peradilan militer belakangan ini, mengambil dasar dari putusan yang pernah ia buat dulu.

Namun bukan diobati melainkan dibebaskan, karena KUHP belum mengatur persoalan LGBT.

"Tentunya tidak salah. Tapi bagi institusi TNI ini kesalahan besar yang demikian ini," cetus Burhan.

Burhan mengatakan, Mabes TNI AD juga telah menyampaikan pendirian kepadanya, bahwa putusan bebas terhadap pelaku penyimpangan seksual di lingkungan TNI merupakan kesalahan.

"Kalau dalam rangka pelaksanaan tugas itu diawaki oleh personel prajurit yang mempunyai kebiasaan seks yang menyimpang, bagaimana tugas pokok pertahanan negara bisa dilakukan?"

"Bagaimana tugas-tugas satuan bisa dilakukan apabila mental prajuritnya terbentuk dari sikap yang seperti itu? Ini pendirian dari Markas Besar Angkatan Darat," papar Burhan.

Hingga berita ini diturunkan, Tribunnews masih mencoba mendapatkan konfirmasi dari pihak Markas Besar Angkatan Darat. (*)

(Tribunjakarta.com)


LGBT Jendral Bintang 1 TNI


Loading...