Buka Tutup Jalan yang Dilakukan Pemkot dan Polrestabes Bandung Menuai Protes, Jalan Otista Jadi Arena Sepak Bola dan Botram Pedagang

Buka Tutup Jalan yang Dilakukan Pemkot dan Polrestabes Bandung Menuai Protes, Jalan Otista Jadi Arena Sepak Bola dan Botram Pedagang
(Tribunjabar/Cipta Permana : Google)
Editor: Epenz Teras Bandung —Senin, 21 September 2020 08:01 WIB

Terasjabar.id - Buka tutup jalan yang dilakukan Pemkot dan Polrestabes Bandung menuai protes.

Terutama dari para pedagang yang beraktivitas di Jalan Otto Iskandardinata (Otista), Kota Bandung, termasuk Pasar Baru.

Aksi protes mereka terus berlanjut hingga Minggu (20/9/2020 kemarin.

Jalan yang seharusnya lengang, mereka buat ramai.

Mereka bahkan menggelar makan bersama (botram) di tengah jalan dan bermain bola di sana.

Ketua Himpunan Pedagang Pasar Baru (HP2B), Iwan Suhermawan, mengatakan botram dan main bola di Jalan Otista yang ditutup sejak Jumat (18/9/2020) itu adalah spontanitas para pedagang, sebagai bentuk protes dan kekecewaan mereka kepada Pemkot Bandung.

"Botram dan sepak bola di jalan itu sama sekali tak diorganisasi, di luar sepengetahuan kami. Tapi, kami di perhimpunan turut merasa prihatin dengan apa yang dirasakan oleh teman-teman pedagang atas situasi ini (penutupan Jalan Otista) yang kemudian diluapkan dalam bentuk protes sosial dengan cara mereka," ujarnya kepada Tribun saat dihubungi melalui telepon, Minggu (20/9).

HP2B, kata Iwan, rencananya akan melayangkan surat keberatan dan nota protes kepada Wali Kota Bandung, Senin (21/9/2020).

Menurutnya, penutupan Jalan Otista tidak memiliki urgensi dengan upaya mengantisipasi terjadinya potensi penularan Covid-19.

Terlebih, selama ini, mereka juga selalu mengimbau dan menerapkan protokol kesehatan, baik kepada para karyawan, pedangan, maupun pengunjung Pasar Baru.

"Menurut kami, langkah penutupan yang diambil pemerintah dalam menutup Jalan Otista-Suniaraja adalah tidak tepat, sebab tetap saja dampaknya, Jalan Otista Utara menjadi macet luar biasa dan justru menyebabkan terjadinya kerumunan orang," ucapnya.

Menurut Iwan, langkah yang paling tepat adalah mendirikan posko-posko penjagaan di titik-titik di Jalan Otista.

"Pendirian posko penjagaan dan petugas yang terus berpatroli untuk mengingatkan protokol kesehatan jauh lebih efektif dibandingkan dengan upaya penutupan jalan, yang sama saja dengan berupaya membunuh pertumbuhan ekonomi, yang saat ini sudah hancur-hancuran," ujarnya.

Penutupan lima ruas jalan protokol dilakukan Pemkot Bandung bersama Polrestabes Bandung selama dua pekan, mulai Jumat (18/9).

Penutupan dilakukan untuk mengurangi kerumunan yang bisa memicu penyebaran Covid-19 di Kota Bandung.

Kelima ruas jalan yang ditutup adalah Jalan Asia Afrika-Tamblong, Jalan Otista-Suniaraja, Jalan Purnawarman-Riau, Jalan Merdeka-Riau, dan Jalan Merdeka-Jalan Aceh.

Penutupam dilakukan tiga kali sehari. Pada pagi hari, penutupan dilakukan mulai pukul 09.00 hingga pukul 11.00.

Penutupan kemudian kembali dilakukan pukul 14.00 hingga 16.00, dan dilakukan kembali pukul 21.00 hingga pukul 06.00.

Khusus weekend, penutupan juga dilakukan di ring dua yaitu Jalan Lingkar Selatan dan ring tiga di perbatasan diperketat.

Wali Kota Bandung, Oded M Danial, mengatakan penutupan jalan ini terpaksa diberlakukan karena jumlah kasus baru Covid-19 kembali meningkat.

"Program ini dalam rangka mengingatkan masyarakat bahwa pandemi ini masih ada. Mudah-mudahan masyarakat bisa memahaminya," kata Oded, di Hotel Preanger Bandung, Jumat.

Oded menjamin buka tutup tidak mengganggu sektor ekonomi karena buka tutup hanya dilakukan per dua jam.

"Masyarakat yang bekerja di jalan yang tutup bisa masuk dengan menunjukkan identitas," ujar Oded.

Anggota Komisi B DPRD Kota Bandung, Uung Tanuwidjaja, menilai penutupan jalan untuk mengurangi kerumunan adalah langkah yang kurang tepat.

Penutupan berpotensi mengganggu stabilitas pemulihan sektor ekonomi yang mulai bangkit.

"Seharusnya, akses ke Pasar Baru jangan dipersulit mengingat perekonomian para pedagang di Pasar Baru baru kembali menggeliat setelah sekian lama vakum diterpa pandemi. Selain itu, kami di Komisi B pun belum mendapat informasi yang resmi secara jelas dari Pemkot terkait Jalan Otista-Suniaraja menjadi bagian dari penutupan. Penutupan jalan pasti akan mengganggu kegiatan ekonomi di sepanjang jalur yang ditutup," ujarnya kepada Tribun saat dihubungi melalui telepon, kemarin.

Sebelumnya, pakar kebijakan publik dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Cecep Darmawan, juga mengatakan bahwa penutupan jalan untuk mencegah kerumunan adalah langkah yang kurang tepat.

Pemkot Bandung, ujarnya, seharusnya cermat mengidentifikasikan pokok permasalahannya sebelum memutuskan menerapkan kebijakan tersebut.

"Naiknya Covid-19 itu (kasus positif) dari faktor apa? Kalau dari kerumunan dan orang tidak pakai masker, harusnya yang diperketat itu tempat-tempat kerumunan. Tempatkan petugas di sana (untuk menegakkan aturan), bukan menutup jalannya. Jalan itu akses publik, banyak orang yang berkepentingan dengan jalan, ada yang hanya lewat saja bukan untuk berkerumun," ujar Cecep kepada Tribun saat dihubungi melalui telepon, Jumat (18/9).

Idealnya, kata Cecep, tim Gugus Tugas Penanganan Percepatan Covid-19 Kota Bandung lebih proaktif dalam melakukan pengawasan penerapan protokol kesehatan di ruang-ruang publik yang berpotensi ada kerumunan.

"Jangan sampai masalahnya A ditanganinya dengan cara B. Ini jadi tidak nyambung. Kurang tepat memblok jalan itu. Jangan menyederhanakan persoalan," kata Cecep.

Disadur dari Tribunjabar.id (cipta permana/nazmi abdurahman)


Pandemi Virus Corona Pemkot Bandung Jalan Otista Pasar Baru Buka Tutup Jalan


Loading...