Para Pesepeda Tak Lagi Leluasa Mengendarai Sepedanya di Jalan, Kemenhub Sudah Keluarkan Aturan Keselamatan

Para Pesepeda Tak Lagi Leluasa Mengendarai Sepedanya di Jalan, Kemenhub Sudah Keluarkan Aturan Keselamatan
Ilustrasi (Tribunjabar.id : Google)
Editor: Epenz Hot News —Sabtu, 19 September 2020 08:38 WIB

Terasjabar.id - Para pesepeda tak lagi leluasa mengendarai sepedanya di jalan.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menerbitkan aturan yang harus dipenuhi para pengguna sepeda, satu di antaranya adalah kelengkapan lampu depan dan belakang serta pemantul cahaya yang dipasang di bawah sadel, jari-jari, dan pedal.

Tanpa kelengkapan tersebut, pesepeda dilarang mengendarai sepedanya di jalan raya.

Semua itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 59 Tahun 2020 tentang Keselamatan Pesepeda di Jalan.

Peraturan yang ditandatangani Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, 14 September 2020 itu, mulai diberlakukan, Jumat (18/9/2020).

Selain soal lampu dan pemantul cahaya, aturan ini mewajibkan pengguna sepeda melengkapi sepedanya dengan spakbor yang harus mampu mengurangi percikan air ke arah belakang dan memiliki lebar paling sedikit sama dengan telapak ban.

Namun, aturan ini dikecualikan untuk sepeda balap, sepeda gunung, dan sepeda lain sesuai peraturan perundang-undangan.

Hal lain yang juga harus ada pada sepeda adalah bel dan rem yang dapat berfungsi dengan baik. Namun, kecuali untuk kepentingan olahraga, pengendara sepeda tak diwajibkan mengenakan helm.

Sekretaris Dishub Kota Bandung, Agung Purnomo, mengatakan, segera melakukan kajian untuk menyusun draft peraturan wali kota sebagai implementasi dari penerapan Permenhub Nomor 59 Tahun 2020 di Kota Bandung.

"Aturan yang ada dalam Permenhub 59/2020 ini sebagian telah kami laksanakan, khususnya berkaitan dengan penyediaan lajur khusus sepeda di Kota Bandung. Tapi upaya sosialisasi berkaitan dengan keselamatan bersepeda sebenarnya sudah sering kami," ujarnya saat dihubungi melalui telepon, kemarin.

Agung mengatakan, selain lajur khusus, ketersediaan sarana khusus penyimpanan sepeda juga sudah mereka bahas dengan komunitas-komunitas sepeda di Kota Bandung.

"Namun, untuk penerapan marka jalan khusus di jalur sepeda yang saling terintegrasi memang belum dapat diputuskan, sebab perlu adanya koordinasi lebih jauh dengan pihak yang berwenang," ujarnya.

Ketua Komunitas Kompas Gramedia (KG) Cyclist Bandung, Purnomo Kamid Ruslan, menyambut baik Permenhub Nomor 59/2020 ini.

Adanya payung hukum, kata Purnomo, membuat kegiatan bersepeda menjadi jauh lebih aman dan nyaman. Terlebih, selama ini, masih banyak pesepeda yang kurang menyadari dan memahami akan pentingnya atribut keselamatan dalam bersepeda di jalan raya.

"Prinsipnya kami sepakat dengan Peraturan Menteri Perhubungan ini," ujarnya melalui telepon.

Hal senada dikatakan pegiat sepeda, Rossy Lagadar (33). Warga Parakan Saat, Kota Bandung, itu bersyukur dengan adanya regulasi yang mengatur keselamatan dari para pesepeda di jalan raya.

Sebab, saat ini bersepada bukan hanya menjadi aktivitas hiburan, melainkan sudah menjadi kebutuhan dari gaya hidup modern masyarakat perkotaan.

"Dengan adanya aturan dan sanksi yang mengikat ini, para pesepeda dituntut meningkatkan kesadarannya soal keselamatan bersepeda di jalan. Secara pribadi, saya tentu menyambut baik regulasi ini," ujarnya melalui telepon, Jumat (18/9).

Bias
Ketua Bike to Work (B2W) Indonesia, Poetoet Soedarjanto, juga mengapresiasi aturan soal bersepeda ini. Menurutnya, hal itu menunjukkan adanya perhatian dari pemangku kebijakan terkait keberadaan sepeda di jalan raya sebagai alat transportasi.

Kendati demikian, dari pasal-pasal yang ada dalam Permenhub itu, kata Poetoet, beberapa masih ada bias.

Poetoet mencontohkan, pasal 4 ayat 1, yang berbunyi: "Penggunaan spakbor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dikecualikan untuk sepeda balap, sepeda gunung, dan jenis sepeda lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan."

Menurut dia, dalam pasal tersebut tidak secara jelas disebut dalam perundang-undangan yang mana yang dimaksud.

"Perundang-undangan yang mana? Misalnya sepeda lipat, sepeda tandem, atau sepeda kardo, adakah undang-Undang yang mengatur?" ujar Poetoet.

Poetoet juga mempertanyakan mengapa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) tidak dijadikan rujukan.

Hal lain yang dianggapnya masih perlu dikaji lebih dalam adalah pada pasal 13 poin C. Dalam pasal tersebut menyebutkan, "Jika ada jalur khusus bus, lajur sepeda terletak di antara jalan kendaraan dan jalur khusus bus."

"Pasal 13 poin C memang harus kita kaji lebih dalam, hubungannya dengan posisi lajur bus, di sisi kanan atau sisi kiri?" kata Poetoet.

Ketika disinggung soal infrastruktur bagi pesepeda di Indonesia, Poetoet menyatakan masih jauh panggang dari api. Walaupun begitu, Poetoet menilai sudah ada beberapa daerah yang mulai berbenah dalam pemberian infratruktur untuk para pesepeda.

"Saya di Kabupaten Tangerang, sudah 15 tahun bersepeda ke kantor saya dan wara-wiri dengan sepeda, sepemahamanku enggak ada sejengkal pun jalur sepeda di kabupaten ini kecuali di dalam Kompleks Perumahan Citra Raya, ya ini cuma contoh 1 dari 400-an lebih kabupaten atau kota di Indonesia. DKI Jakarta dan sedikit kota lainnya, alhamdulillah mulai berbenah," ujarnya.

Disadur dari (cipta permana/tribunnetwork/kompas.com)


Pesepeda Kemenhub Jalan Lampu


Loading...