Jembatan Ambruk Akibat Banjir, Warga Kabupaten Bolaang Mongondow yang Ingin Menyebrangi Sungai Harus Menunggu Giliran Dijemput

Jembatan Ambruk Akibat Banjir, Warga Kabupaten Bolaang Mongondow yang Ingin Menyebrangi Sungai Harus Menunggu Giliran Dijemput
(ist/iNews.id : Google)
Editor: Epenz Hot News —Rabu, 29 Juli 2020 12:40 WIB

Terasjabar.id – Sejumlah warga tampak berdiri di atas dinding pembatas seberang sungai di Desa Kosio, Kecamatan Dumoga Tengah, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, Selasa (28/7/2020). Mereka menunggu giliran dijemput dengan rakit untuk menyeberangi sungai.

Ada warga yang membawa barang, bahkan sepeda motor. Sementara di aliran sungai, tampak dua rakit yang terbuat dari beberapa bambu hilir mudik mengangkut para warga.

“Nda apa-apa (tidak Apa-Apa) ini,” ucap seorang warga bertanya kepada laki-laki di atas rakit tersebut.

“Nda apa-apa, aman!,” kata laki-laki bertubuh kekar tersebut sambil menarik tali tambang besar yang diikatkan di atas rakit.

Sementara para warga lainnya tampak memegangi rakit dari berbagai sudut untuk menjaga keseimbangan. Rakit pun berjalan membelah sungai hingga sampai di pinggiran.

Pemandangan inilah yang dilihat yang terjadi usai Jembatan Kosio ambruk diterjang arus sungai saat banjir besar melanda Bolmong pada Jumat (24/7/2020).

Data BPBD Bolmong, Desa Kosio ini terdampak paling buruk bencana banjir tersebut. Putusnya jembatan sebagai salah satunya akses warga untuk keluar masuk kampung kini lenyap. Padahal jembatan ini berperan penting dalam mobilitas warga dan perekonomian.

Seorang warga Roni Ering mengatakan, pembuatan rakit ini merupakan spontanitas dari warga di kedua desa bertetangga akibat jembatan yang ambruk. Tujuannya membantu warga yang ingin menyeberang karena jembatan tak dapat dilewati.

“Usulan warga dibuat rakit untuk fasilitas penyeberangan sehari setelah banjir terjadi,” kata Ketua Pemuda Desa Kosio Barat tersebut.

Kendati kegiatan ini merupakan swadaya masyarakat, penumpang yang ingin menggunakan jasa rakit bambu untuk menyeberang, dikenakan biaya jasa penyeberangan. Maklum saja, rakit tersebut masih menggunakan sepenuhnya tenaga manusia.

“Bervariasi jasanya. Jika penyeberangan hanya orang saja, dikenakan biaya Rp5.000. Namun jika yang diseberangi sepeda motor, tarifnya Rp25.000,” katanya.

Akan tetapi, tarif itu bukanlah kewajiban. Dia mengaku ada beberapa warga yang ingin menyeberang tapi dengan uang yang seadanya saja.

Sementara itu, Kepala Desa atau Sangadi Desa Kosio Remi Dolot mengaku tidak ingin masuk ke ranah aktivitas warga membuka penyeberangan di sungai dengan jasa rakit bambu. Menurutnya, itu merupakan aksi spontanitas warga.

“Artinya dengan itu, warga mendapat penghasilan, mendapat pencaharian dari situ, sekaligus membantu warga. Artinya, kami mengimbau dalam aktivitas tersebut ada yang menjadi penanggung jawabnya,” ujarnya.

Disadur dari iNews.id

Banjir Bandang Kabupaten Bolaang Mongondow Kecamatan Dumoga


Loading...