Gempa Guncang Sukabumi, Jamaah yang Siap-siap Sholat Jumat Berlarian

Gempa Guncang Sukabumi, Jamaah yang Siap-siap Sholat Jumat Berlarian
Tribunjabar.id
Editor: Malda Hot News —Jumat, 10 Juli 2020 13:10 WIB

Terasjabar.id - Sejumlah warga di wilayah Kota Sukabumi panik dan berhamburan keluar rumah setelah merasakan getaran gempa bumi yang terjadi dibawah lima detik.

Gempa itu terjadi sekitar pukul 11.55 WIB. Jumat, (10/7/2020).

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari akun Twitter resmi BMKG, gempa itu berkekuatan 4,8 magnitudo dengan pusat gempat di titik koodinat 7.74 LS - 106.86 BT (90 km Tenggara Kabupaten SUKABUMI, dengan kedalam 21 KM dibawah laut.

Gempat tersebut dirasakan di sejumlah wilayah seperti di Kecamatan Ciambar, Kebonpedes, Cidadap, Lengkong III MMM, Pelabuhan Ratu II MM.

Bahkan sejumlah warga yang sudah berada di dalam masjid untik menunaikan solat jumat pun sempat berhamburan keluar masjid.

"Iya barusan terjadi gempa lumayan besar guncangannya, saat itu juga saya langsung berusaha lari ke tempat yang lebih aman," kata Herus Lesma (36) seorang pagawai di Kampung Sriwidari, Kelurahan Selabtu Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi.

Ia mengatakan, ketika terjadi gempa saat itu dirinya tengah bersiap-siap untuk menunaikan solat jumat di Masjid terdekat.

"Tidak hanya saya, beberapa warga lainnya yang merasaka gempa yang cukup kuat, sempat berhamburam keluar rumah. Beruntung rumah saya tidak mengalami kerusakan," ucapnya

Berdasarkan, pantauan dilapangan, hingga saat ini di Kota Sukabumi belum adanya laporan terkait kerusakan sejumlah bangunan. Sementara itu hingga sampai saat ini BPBD Kota Sukabumi belum bisa dihubungi.  

Terjadi Pukul 11:55 WIB

 Wilayah Sukabumi kembali diguncang gempa bumi, Jumat (10/7/2020).

Dalam rilis yang diterima TribunJabar.id dari Stasiun Geofisika BMKG Bandung, gempa itu terjadi tepatnya sekitar pukul 11.55 WIB.

Berdasarkan hasil analisis BMKG, gempa itu berkekuatan M=4.8.

Sedangkan menurut hasil pemodelan, menunjukkan bahwa gempa bumi ini tidak berpotensi tsunami.

"Episenter terletak pada koordinat 7.74 LS dan 106.86 BT, atau tepatnya berlokasi di Laut pada jarak 90 km Tenggara KAB-SUKABUMI-JABAR pada kedalaman 21 kilometer," tulis keterangan dari BMKG atas nama Kepala BBMKG Wilayah II Tangerang Selatan, Hendro Nugroho.

Lebih lanjut BMKG menjelaskan, gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dangkal.

Gempa terjadi akibat aktivitas Zona Subduksi Lempeng Indo-Australia yang menyelusup menunjam kebawah Lempeng Eurasia.

Hal itu dianalisis berdasarkan lokasi episenter dan kedalaman hiposenter.

Adapun beberapa wilayah yang merasakan getaran akibat gempa ini adalah di wilayah Ciambar, Kebonpedes, Cidadap, Lengkong dengan Skala Intensitas III MMI (getaran dirasakan nyata dalam rumah. Terasa getaran seakan-akan ada truk lewat).

Lalu, gempa bumi terasa juga di Pelabuhan Ratu dengan Skala Intensitas II MMI (getaran dirasakan oleh beberapa orang, benda-benda ringan yang digantung bergoyang).

"Namun hingga saat ini belum ada laporan mengenai kerusakan bangunan sebagai dampak gempabumi tersebut," tulis BMKG.

Hingga pukul 12.23 WIB, hasil monitoring BMKG belum menunjukkan adanya aktivitas gempa bumi susulan (aftershock).

Kendati demikian, masyarakat diimbau agar tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

"Pastikan informasi resmi hanya bersumber dari BMKG yang disebarkan melalui kanal komunikasi resmi yang telah terverifikasi," tulis BMKG.

Gempa Terjadi Berurutan Kemarin Apakah Berkaitan? Ini Penjelasan dari Ahlinya

Gempa yang terjadi secara beruntun pada Selasa 7 Juli 2020 ternyata tidak memiliki kaitan dengan gempa yang terjadi sebelumnya.

Baik gempa di Laut Jawa di utara Jepara berkekuatan magnitudo 6,1 yang terjadi pagi pukul 05.54.44 WIB, gempa selatan Banten magnitudo 5,1 pukul 11.44.14 WIB, gempa selatan Garut magnitudo 5,0 pukul 12.17.51 WIB, dan gempa selatan Selat Sunda magnitudo 5,2 pada 13.16.22 WIB berada pada sumber gempa yang berbeda, kedalaman yang berbeda, dan juga berbeda mekanismenya.

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Rahmat Triyono, mengatakan, sebenarnya yang terjadi di beberapa wilayah gempa tersebut adalah manifestasi pelepasan medan tegangan pada sumber gempa masing-masing.

Setelah Banten, gempa terjadi di Pangandaran, Jawa Barat.
Setelah Banten, gempa terjadi di Pangandaran, Jawa Barat. (Twitter BMKG)

Masing-masing sumber gempa mengalami akumulasi medan tegangan sendiri-sendiri, mencapai stres maksimum sendiri-sendiri, hingga selanjutnya mengalami rilis energi sebagai gempa juga sendiri-sendiri.

"Ini konsekuensi logis daerah dengan sumber gempa sangat aktif dan kompleks. Kita memang memiliki banyak sumber gempa sehingga jika terjadi gempa di tempat yang relatif berdekatan lokasinya dan terjadi dalam waktunya yang relatif berdekatan maka itu hanya kebetulan saja," katanya melalui pesan elektronik.

Mengenai kemungkinan rentetan gempa ini sebagai pertanda akan terjadi gempa besar, Rahmat mengatakan hal ini sulit diprediksi. Tetapi dengan adanya rentetan aktivitas gempa ini tentu patut diwaspadai.

Dalam ilmu gempa atau seismologi, katanya, khususnya pada teori tipe gempa, ada tipe gempa besar yang kejadiannya diawali dengan gempa pendahuluan atau gempa pembuka. Setiap gempa besar hampir dipastikan didahului dengan rentetan aktivitas gempa pembuka.

"Tetapi rentetan gempa yang terjadi di suatu wilayah juga belum tentu berakhir dengan munculnya gempa besar. Inilah karakteristik ilmu gempa yang memiliki ketidakpastian (uncertainty) yang tinggi yang penting juga untuk kita pahami," ujarnya.

Banyak pertanyaan masyarakat yang menayakan apakah gempa yang terjadi di Banten selatan dan selatan Garut bersumber dari sumber gempa yang sama. Rahmat menjelaskan, kedua gempa tersebut bersumber dari sumber gempa yang berbeda.

Gempa Banten selatan terjadi akibat adanya deformasi batuan pada slab Lempeng Indo-Australia di Zona Benioff di kedalaman 87 kilometer, sementara gempa selatan Garut dan selatan Selat Sunda dipicu oleh adanya deformasi batuan pada slab Lempeng Indo-Australia di Zona Megathrust.

Sedangkan, guncangan gempa magnitudo 5,1 yang bersumber di Lebak sangat dirasakan di Jakarta karena adanya fenomena efek tapak (local site effect) di mana efek soft sedimen/tanah lunak yang tebal di Kota Jakarta memicu terjadinya resonansi gelombang gempa sehingga guncangan gempa diamplifikasi diperbesar guncangannya sehingga wilayah Jakarta sangat merasakan gempa tersebut.

"Dalam teori gempa disebutkan bahwa dampak gempa tidak saja akibat magnitudo gempa dan jaraknya dari sumber gempa, tetapi kondisi geologi setempat sangat menentukan dampak gempa," ujarnya. (*)

(Tribunjabar.id)


Gempa Sukabumi Sholat Jumat


Loading...