Maraknya Pasien Positif Covid-19 Kabur dari Ruang Isolasi, Ini Kara Psikolog

Maraknya Pasien Positif Covid-19 Kabur dari Ruang Isolasi, Ini Kara Psikolog
Tribunjabar.id
Editor: Malda Hot News —Sabtu, 4 Juli 2020 12:32 WIB

Terasjabar.id - Fenomena kaburnya pasien dengan status pengawasan (PDP) positif covid-19 dari tempat isolasi atau karantina kerap terjadi akhir-akhir ini.

Terbaru, salah seorang PDP di Indramayu nekat membobol jendela dari salah satu rumah sakit untuk kabur menuju tempat tinggalnya.

Menanggapi hal tersebut, Psikolog yang juga dosen di Fakultas Psikologi Unpad, Aulia Iskandarsyah M.Psi., M.Sc., Ph.D mengatakan, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan atau psikologis dari PDP covid-19 selama menjalani masa isolasi 14 hari, baik di rumah sakit maupun di tempat karantina mandiri, diantaranya dipengaruhi oleh ketidakpahaman pasien atau pemahaman yang salah, terhadap situasi dan alasan dirinya harus menjalani proses isolasi tersebut.

Kedua, adanya kepercayaan diri yang salah atau gangguan kepribadian skizotipal, dimana gangguan kejiwaan yang dicirikan dengan kecemasan sosial, sikap paranoid, dan bahkan kepercayaan terhadap sesuatu yang tidak masuk akal.

Orang dengan gangguan ini tidak nyaman membangun hubungan dengan orang lain, terutama karena mereka berpikir bahwa hubungan dekat dengan orang lain punya dampak buruk. Sehingga, orang dengan gangguan kepribadian skizotipal memilih menghindari hubungan dekat.

"Biasanya gangguan kejiwaan ini yang menyebabkan PDP itu kabur dari tempat isolasinya, seperti menduga-duga bahwa bila dirinya harus menjalani perawatan, maka akan memimbulkan stigma negatif berupa pengucilan di lingkungan masyarakat, bahkan di lingkungan keluarga.

Dan, dugaan ini nyatanya masih terjadi dan memang dilakukan, seperti adanya upaya menjaga jarak, tidak memberikan interaksi yang baik saat berkomunikasi. Sehingga hal semacam ini justru menimbulkan gangguan mental bagi PDP," ujarnya melalui telepon. Jumat (3/7/2020).

Faktor ketiga lanjutnya, adanya perasaan ketidaknyamanan dalam menjalani proses isolasi, dimana situasi dan kondisi yang diterimanya berbanding terbalik dengan harapan atau keinginan yang telah dibayangkan.

"Faktor ketidaknyamanan, misalnya, dia (pasien PDP) tidak tahan menjalani masa isolasi seorang diri dalam ruangan dan fasilitas yang tidak sesuai dengan bayangan atau keinginannya," ujar Aulia.

Oleh karena itu, hal yang perlu dilakukan oleh pihak keluarga dan atau rumah sakit tempat pasien menjalani proses isolasi yaitu, penyampaian informasi dan komunikasi yang baik dengan upaya pendekatan, sebelum pasien tersebut menjalani masa isolasi.

Sehingga dapat memberikan pemahaman sejelas mungkin mengenai alasan dan tujuan mengapa pasien tersebut harus diisolasi.

"Jadi kita tidak bisa melihat kasus ini sebagai single kausal atau faktor tunggal yang mendasarinya, sehingga yang harus dilakukan, bila hasil asumsi atau hipotesa kita adanya ketidakpahaman, maka harus diberi pemahaman sejelas mungkin diawal perawatan.

Misalnya, menyampaikan kepada pasien, bahwa bapak/ibu merupakan OTG tapi hasil swabnya positif covid-19, sehingga mau tidak mau, kami harus memberikan treatmen secara prosedural penanganan pasien positif covid-19 lainnya sampai bapak terbukti sembuh atau negatif covid-19,

jadi bapak/ibu akan menjalani perawatan selama 14 hari di sini (ruang isolasi), dengan kalimat seperti itu tentunya akan memberikan pemahaman dan perasaan nyaman bagi pasien tersebut, dalam menjalani masa perawatan," katanya.

(Tribunjabar.id)


Virus Corona Covid 19 Isolasi Psikolog


Loading...