Tuntutan Penyiram Air Keras, Novel Sudah Menduga Tuntutan Bakal Ringan

Tuntutan Penyiram Air Keras, Novel Sudah Menduga Tuntutan Bakal Ringan
Medcom.id
Editor: Malda Hot News —Sabtu, 13 Juni 2020 08:48 WIB

Terasjabar.id - Sidang kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan telah berjalan. Kritik keras pun banyak disampaikan lantaran jaksa menuntut dua terdakwa penyerangan, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dengan tuntutan satu tahun penjara.

Padahal polisi perlu waktu 2,5 tahun untuk mengungkap kasus penyiraman penyidik senior KPK itu. Dan akibat penyerangan tersebut, mata kiri Novel mengalami kebutaan.

Lain korban dan pelaku, beda pula proses hukum yang berjalan. Seperti kasus penyiraman air keras terhadap Ni Luh Mita Martiyasari. Akibat penyerangan tersebut mata kiri korban juga mengalami kebutaan.

Pelaku penyiraman air keras Ni Luh Mita, I Gusti Agung Diah Dwi Rahayu (24) dalam persidangan di PN Denpasar, dituntut dengan hukuman pidana penjara 3,5 tahun.

Usai mendengar keterangan para saksi ahli, jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Denpasar mengajukan tuntutan terhadap I Gusti Agung Diah Dwi Rahayu. Beberapa hal yang memberatkan tuntutan adalah karena korban mengalami luka berat dan perbuatan terdakwa bisa membahayakan korban.

Lalu dalam sidang lanjutan, majelis hakim menjatuhkan pidana dua tahun penjara kepada Diah. Diah yang tidak didampingi penasihat hukum hanya pasrah menerima vonis tersebut.

Diah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat. Untuk itu terdakwa dijerat Pasal 351 ayat (2) KUHP.

Novel Sudah Menduga Tuntutan akan Ringan
menduga tuntutan akan ringan

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan geram mendengar tuntutan tersebut. Sejak awal, dia sudah menduga tuntutan ringan jaksa terhadap pelaku.

"Memang hal itu sudah lama saya duga, bahkan ketika masih diproses sidik dan awal sidang. Walaupun memang hal itu sangat keterlaluan, karena suatu kebobrokan yang dipertontonkan dengan vulgar tanpa sungkan atau malu," ujar Novel saat dikonfirmasi, Kamis (11/6).

Dia miris melihat institusi penegak hukum di Indonesia. Novel juga miris dengan penegakan hukum di Tanah Air.

"Selain marah saya juga miris karena itu menjadi ukuran fakta, sebegitu rusaknya hukum di Indonesia. Lalu bagaimana masyarakat bisa menggapai keadilan? Sedangkan pemerintah tak pernah terdengar suaranya (abai)," kata Novel.

Persidangan Penyerang Novel Baswedan Ingatkan Pada Kasus Munir
novel baswedan ingatkan pada kasus munir

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan, tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Kejati DKI terhadap penyerang Novel Baswedan jelas mencederai rasa keadilan di negara ini.

Untuk diketahui, terdakwa Rahmat Kadir Mahulette, dan Ronny Bugis dituntut satu tahun atas penyiraman penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Mereka terbukti telah melakukan tindak penganiayaan berat dan terencana terhadap Novel.

"Pelaku, yang bisa saja membunuh Novel, tetap dikenakan pasal penganiayaan, sementara Novel harus menanggung akibat perbuatan pelaku seumur hidup," kata Usman dalam siaran pers, Jumat (12/6).

Menurutnya, apa yang telah terjadi kepada Novel Baswedan bukan hanya persoalan teror semata. Namun, menjadi masalah serius yang mengancam kelanjutan pelaksanaan agenda reformasi di Indonesia.

"Khususnya, dalam bidang pemberantasan korupsi dan penegakan HAM," tegasnya.

"Pelaku kunci harus diungkap. Kasus-kasus high-profile yang menyasar pembela HAM seperti penyerangan Novel ini mengingatkan kita akan kasus Munir, motif yang terungkap di pengadilan juga sama, dendam pribadi. Ada kesan kasus dipersempit dengan hanya menjaring pelaku di lapangan, bukan otaknya," sambung Usman.

Lebih lanjut, ia membandingkan dengan tuntutan hukuman yang dialami tahanan hati nurani Papua. Untuk sesuatu yang dilindungi oleh hukum nasional dan internasional, justru mereka terancam hukuman hingga belasan tahun.

"Mereka tidak bersenjata, melakukan perbuatan secara damai, tapi justru dibungkam. Pelaku penyerangan Novel justru sebaliknya, bersenjata dan jelas melakukan kekerasan, namun ancaman hukumannya sangat ringan. Hukum menjadi dipertanyakan dan keseriusan Indonesia untuk menegakkan HAM juga turut dipertanyakan," jelasnya.

Tuntutan Jaksa

Sebelumnya, jaksa penuntut umum meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan hukuman penjara 1 tahun terhadap dua terdakwa penyerangan air keras terhadap Novel Baswedan, yaitu Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis.

Jaksa menyebut, para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersama-sama melakukan penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu sehingga menyebabkan Novel mengalami luka berat. Perbuatan itu dilakukan karena terdakwa menganggap Novel telah mengkhianati institusi Polri.

"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama 1 tahun dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan," ucap Jaksa dalam tuntutannya.

Dalam pertimbangannya, jaksa menyebut hal yang memberatkan bagi para terdakwa adalah perbuatan mereka telah mencederai kehormatan institusi Polri.

Sedangkan hal yang meringankan mereka belum pernah dihukum dan mengakui perbuatannya, kooperatif dalam persidangan, dan telah mengabdi sebagai anggota Polri selama 10 tahun.

Pembacaan surat tuntutan terhadap kedua terdakwa dilakukan secara terpisah. Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis terbukti melanggar Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Namun untuk diketahui, tuntutan yang diajukan oleh jaksa belum merupakan hasil akhir dari persidangan. Nantinya majelis hakim akan menentukan vonis yang akan diberikan kepada kedua terdakwa. Bisa saja hukuman lebih berat atau ringan.

[fik/Merdeka.com]

Novel Baswedan Fakta Novel Baswedan Densus 88 Kasus Sidang


Loading...