TERASJABAR.ID – Kontribusi sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan tren penurunan. Sebaliknya, industrialisasi hilir, terutama di sektor pengolahan logam dasar, justru mengalami pertumbuhan signifikan.
Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR di Jakarta pada Senin (8/12).
“PDB industri pengolahan logam dasar tumbuh dari Rp168 triliun pada tahun 2022 menjadi Rp243,4 triliun pada tahun 2025. Hal ini menggambarkan pergeseran struktur dari dominasi kegiatan hulu menjadi hilirisasi yang menghasilkan nilai tambah lebih tinggi,” ungkap Purbaya, dikutip laman Kemenkeu.
Namun, memasuki tahun 2026, pemerintah menghadapi sejumlah tantangan dalam optimalisasi penerimaan negara dari sektor minerba. Fluktuasi harga komoditas regional dan global, dorongan transisi energi hijau, serta kebutuhan menjaga stabilitas pendapatan negara menjadi fokus utama.
Untuk menjawab tantangan tersebut, pemerintah menyiapkan beragam instrumen fiskal, termasuk rencana penerapan bea keluar (BK) terhadap ekspor emas dan batu bara.
Kebijakan ini diharapkan dapat menjaga pasokan bahan baku dalam negeri, mempercepat hilirisasi, memperkuat tata kelola dan pengawasan, sekaligus meningkatkan penerimaan negara.
Penerapan kebijakan BK ini juga sejalan dengan Pasal 2A Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, yang menyebutkan bahwa bea keluar diterapkan untuk menjaga ketersediaan suplai di dalam negeri maupun menstabilkan harga komoditas.
BK emas diarahkan untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri melalui hilirisasi, mendukung terpenuhinya kebutuhan emas dalam ekosistem bullion bank, optimalisasi pengawasan tata kelola transaksi emas, dan optimalisasi penerimaan negara.














