ADA yang menarik pada acara pelantikan Ketua Kadin Jabar hasil Muprov Bogor di Cirebon baru baru ini yakni hadirnya Ketua PDIP Jabar Ono Surono.
Selain Ono ada juga Arsyad Rasyid yang juga mantan ketua tim sukses capres 2024 yang diusung PDIP yaitu Ganjar Pranowo.
Tentu saja di acara yang sama hadir Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang nota bene merupakan pentolan Partai Gerindra Jawa Barat.
Kehadiran para pentolan partai ini tak heran kalau kemudian menimbulkan komentar dari sejumlah orang. Ada yang nyeletuk bahwa acara itu merupakan acara rukunnya para petinggi partai yang pernah “berseteru” pada Pilkada Jawa Barat tahun lalu.
Seperti kita ketahui bahwa Dedi Mulyadi yang diusung Gerindra dan Ono Suryono yang sempat diusung PDIP sempat bersaing dalam Pilgub Jabar yang kemudian dimenangkan Dedi Mulyadi.
Entah disengaja atau tidak tetapi sejumlah orang menilai acara itu lebih kental nuansa politiknya.
Tidak terbantahkan bahwa proses pemilihan ketua Kadin Jabar di Bogor yang menghasilkan Almer Faiq Rusidy itu lebih didominasi nuansa politiknya dibanding kepatuhan pada AD/ART dan peraturan organisasi.
Aturan yang menjadi kitabnya organisasi tidak dijadikan patokan karena menurut sejumlah insan Kadin Jabar, pemilihan ketua kadin ini lebih cenderung untuk memenuhi penguasa.
Jika kita perhatikan definisi politik berdasarkan Aristoteles, pemilihan atau penyelesaian kisruh di Kadin Jabar ini lebih besar nuansa politiknya.


















