TERASJABAR.ID – Panitia Khusus (Pansus) 12 DPRD Kota Bandung tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial.
Ketua Pansus 12, H. Iman Lestariyono, S.Si., S.H., menjelaskan bahwa peraturan ini telah mengalami dua kali perubahan, yakni pada tahun 2012 dan 2015. Namun, lantaran terjadi perubahan regulasi di tingkat pusat, terutama dalam Peraturan Menteri Sosial (Permensos), maka Pemkot Bandung perlu kembali melakukan penyesuaian.
“Pertama, ini untuk penguatan terkait LKS (Lembaga Kesejahteraan Sosial). Kedua, ada beberapa hal yang memang tidak diatur lagi, seperti soal undian dan sejenisnya—itu kini diserahkan pada aturan yang berlaku saat itu. Jadi, tidak kita akomodir di sini,” ujar politisi PKS tersebut.
Lebih lanjut, Iman menjelaskan bahwa perubahan kali ini juga berkaitan dengan penyesuaian muatan lokal.
“Kalau yang sifatnya given tidak kita ubah. Tapi kalau di daerah menjadi muatan lokal, karena urusan kesejahteraan sosial ini bersifat kemitraan. Mereka memang bukan struktur di bawah kita, tetapi perizinannya melalui Pemkot,” jelasnya.
Menurut Iman, penyelenggaraan pelayanan sosial tidak bisa hanya dikerjakan oleh pemerintah. “Contohnya, untuk penyaluran bantuan, syarat mutlaknya adalah DTKS atau sekarang DTSEN (Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional), yakni desil 1 sampai 5,” ujarnya.
Namun, Iman menyoroti fakta di lapangan bahwa masih ada warga yang sangat membutuhkan tetapi tidak termasuk dalam kategori desil tersebut.
“Nah, hal-hal seperti ini memungkinkan kita bermitra dengan LKS. Misalnya, ketika ada warga yang membutuhkan kursi roda, Pemkot tidak bisa langsung memberikan karena harus melalui pengajuan dan baru bisa direalisasikan tahun berikutnya—itu pun jika pengajuan dilakukan di awal tahun. Kalau di akhir tahun, tidak bisa,” paparnya.
Berbeda dengan pemerintah, LKS bisa bergerak lebih cepat. “LKS memungkinkan memberikan bantuan yang sifatnya kebutuhan terukur. Karena itu, DPRD harus bermitra erat dengan lembaga tersebut untuk berbagi peran,” ujarnya.
“Nanti kita akan keluarkan petanya—peta kebutuhan dan belanja masalahnya. Lalu, kita duduk bersama untuk mencari solusi terhadap persoalan warga Kota Bandung,” tutur Iman.
Ia menambahkan, saat ini jumlah LKS yang terdaftar di Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bandung sekitar 90 lembaga, namun yang aktif hanya sekitar 60. LKS besar yang sudah dikenal antara lain Rumah Zakat, Rumah Yatim, dan Salman.
Iman juga menegaskan, pihaknya akan mengecek kembali lembaga-lembaga mana saja yang sudah berbadan hukum.
Dalam pembahasan Pansus, terdapat sekitar 40 pasal yang sedang dikaji, dan kini masih dalam tahap penyesuaian.
“Karena ada yang dihapus dan ada yang berubah. Kami sudah dua kali menggelar pertemuan, baik dengan tim penyusun maupun tim pelirik. Total ada sekitar 19 perubahan yang menjadi fokus utama. Dari situ kita akan mendapat gambaran utuh, ke mana arah Perda ini akan dibawa,” jelasnya.
Sebagai acuan, Iman menyebut beberapa daerah yang bisa dijadikan referensi, seperti DKI Jakarta, karena di sana informasi regulasi tersedia lengkap. Selain itu, daerah yang telah menyelesaikan perda serupa adalah Banjarmasin dan Yogyakarta.***















