Begitu juga rumah Abah. Rumah panggung, mungil, “Yang penting cukup buat berteduh,”.Warung yang Abah dirikan khawatir mengganggu tanah, air, dan tumbuhan. Semua harus “selaras”, tercipta “harmoni”.
Disini ada makam keramat Syekh Haji Irengan. Pengunjung terkadang tidak peduli waktu, sebab ada yang datang tengah malam atau dini hari. Semua yang “berhajat”, punya jadwal sendiri-sendiri.
Jika kita berada di sana, di Balong Darmaloka, akan melihat beberapa kolam. Balong Gede, kalau kita amati dengan saksama, akan terlihat membentuk lafal Muhammad, Kanjeng Nabi Agung. Huruf “mim” di kolam ini, “huruf “h” di kolam itu, disambung huruf “mim” lagi, dan diakhiri huruf “dal” di kolam yang satunya. Batu-batunya tetap. Tempat, warna, termasuk bentuk tidak akan ada yang berani mengubah. termasuk “cagar budaya”.
Konon menurut mitos di Balong Cibinuang, jadi “panyipuhan”. Banyak orang datang untuk mandi atau cuci muka (“tamas”). “Suasa” atawa “tambaga”, kalau disipuh, selintas nampak seperti “emas”. Bahkan kata pinisepuh, Kuningan kalau dibiarkan, tidak “dirawat”, akan karatan. Makanya Abah pernah memberi wejangan, kalau orang Kuningan harus sering “digosok” agar kelihatan “ajèn inajènna”.
Kalau “seja” ziarah pun terdapat empat makam. Di bagian atas, ada makam Sarikuning dan Sarikembang. Di sebelah utara, ada makam Syeh Rama Gusti dan makam utama yaitu Syeh Ramahaji Irengan dan pengawalnya, Syeh Muhammad. Dia merupakan murid kesayangan Syeh Syarif Hidayatullah, Sunan Gunung Jati, Cirebon.