PASANG SURUT KOPERASI
Koperasi dan gotongroyong pernah menjadi keseharian anak bangsa. Hakikatnya merupakan usaha bersama dan sarat pemberdayaan.
Dalam perjalanannya, koperasi di negeri ini mengalami pasang surut. Potensi besar ekonomi kerakyatan itu menghadapi ragam tantangan. Antara lain surutnya kesadaran berkoperasi itu sendiri. Padahal tujuan utama koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial anggotanya. Koperasi berasaskan kekeluargaan dan gotong royong sebagai nilai-nilai tradisi. Pun pembagian sisa hasil usaha (SHU) dilakukan secara adil.
Dalam sejarahnya, koperasi merupakan solusi terhadap masalah ekonomi rakyat. Mencakup utang rentenir dan kesulitan modal. Koperasi di era Bung Hatta menjadi fondasi bagi pembangunan ekonomi Indonesia, dengan prinsip demokrasi ekonomi dan kekeluargaan. Itulah kemudian, Bung Hatta dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Pada era orde baru, koperasi dengan konsep Koperasi Unit Desa (KUD) dihadirkan. Mendukung program pembangunan pertanian dan desa, serta menjadi bagian dari strategi pengadaan pangan.
Dalam hal strategi pengadaan pangan itu, tampaknya konsep Kopdes MP diapungkan kembali. Membangun tradisi sebagai motor penggerak perekonomian lokal. Bukan ekor penggerak. Diharapkan mampu membuka peluang kerja baru, mengurangi kemiskinan ekstrim hingga menjaga stabilitas harga melalui pengendalian inflasi. Golnya adalah Swasembada Pangan.