Oleh: M. Nasir,
Anggota Forum Wartawan Kebangsaan (FWK), Wartawan, dan Penulis Kehidupan.
ENTAH kapan istilah guru “killer” mulai muncul. Istilah itu kini sudah meluas, me-nasional. Tidak ada pihak guru menyanggah.
Tidak ada pula larangan dari pihak otoritas pendidikan untuk tidak melekatkan predikat “killer” pada profesi guru.
Dari ruang diskusi mingguan Forum Wartawan Kebangsaan (FWK) di Jakarta beberapa peserta bersemangat, saling memotong cerita untuk mengungkapkan pengalaman saat masa-masa bersekolah.
“Saya dihukum disuruh berdiri dengan satu kaki. Kaki satunya diangkat, dalam waktu lama,” kata Koordinator Nasional FWK Raja Parlindungan Pane yang menceritakan pengalamannya dari Sumatera Utara.
“Saya juga,” kata saya. Betis bagian belakang kaki saya dan teman-teman sekelas di sekolah dasar di Lamongan, Jawa Timur sudah berkali-kali merasakan cambukan.
Hukuman cambuk kedengarannya mengerikan, tetapi kami sudah merasakan.
Jumlah cambukan diberikan berdasarkan jumlah kesalahan menjawab soal mata pelajaran berhitung. Kalau salah dua dalam menjawab pertanyaan dicambuk dua kali, salah lima dicambuk lima kali, dan seterusnya.
Cambuk yang digunakan adalah bambu panjang sekitar 50 senti meter, dan sebesar jari telunjuk orang dewasa. Bambu itu biasa digunakan guru untuk menunjuk dan menerangkan tulisan di papan tulis. Alat ini dulu disebut “tuding”, alat untuk menuding (menunjuk).
Nah, ketika saya masuk sekolah lanjutan tingkat atas baru lah mendengar kawan-kawan mengatakan ada guru “killer”, terutama guru-guru mata pelajaran yang dinilai sulit oleh murid.
Waktu itu tahun 1970-an, sebutan guru “killer”, terutama diarahkan pada kepala sekolah dan guru yang biasa memberi hukuman murid.
Tetapi kata “killer” tidak pernah diartikan secara harfiah yang berarti “pembunuh”. Mana ada guru “pembunuh”? Itu hanya sebutan untuk guru galak terhadap murid.
Kenapa murid begitu? Mungkin saja murid begitu jengkel terhadap guru, sampai menyebut guru “killer”. Tetapi sebutan “guru killer” tidak pernah disampaikan di depan guru yang bersangkutan. Mungkin guru yang bersangkatan tidak tahu ketika diberi cap “guru killer”.

















