TERASJABAR.ID – Gerakan relawan Projo, –yang selama ini erat dikaitkan dengan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi)– kini menunjukkan arah politik yang baru.
Dalam Kongres III Projo yang digelar di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Sabtu (1/11), Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi, mengumumkan transformasi organisasi dengan menanggalkan simbol-simbol personal Jokowi.
Perubahan paling mencolok terlihat pada logo Projo, yang selama ini menampilkan wajah Jokowi.
Budi Arie menegaskan bahwa logo baru tidak lagi menampilkan sosok individu agar organisasi tidak terkesan sebagai kultus pribadi.
Ia juga menekankan bahwa Projo bukan singkatan dari “Pro Jokowi”, melainkan berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti “negeri” dan bahasa Jawa Kawi yang berarti “rakyat”, sehingga Projo adalah kaum yang mencintai negara dan rakyatnya.
Selain perubahan identitas visual dan ideologis, arah politik baru Projo mulai terlihat.
Budi Arie secara terbuka menyinggung kemungkinan bergabung dengan Partai Gerindra yang dipimpin Presiden RI Prabowo Subianto. Bahkan, ia menyatakan bahwa langkah itu akan dilakukan atas permintaan langsung Presiden.
Pernyataan ini memicu spekulasi bahwa loyalitas Projo bergeser dari Jokowi ke Prabowo.
Merespons hal ini, Ketua Harian Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, menilai masih perlu klarifikasi langsung dari Budi Arie sebelum mengambil sikap resmi, tetapi ia membuka pintu bagi organisasi relawan seperti Projo untuk bergabung dengan partainya.
Langkah ini menandai fase baru bagi Projo dalam dinamika politik pasca-Jokowi.
Dari sebelumnya dikenal sebagai gerakan relawan yang setia pada Presiden ke-7, Projo kini menegaskan jati diri baru sebagai organisasi yang mencintai negeri dan rakyat.
Pergeseran dukungan politik ke kubu Prabowo Subianto menandai perubahan signifikan dalam peta relawan jelang Pemilu 2029.-***










