Erick mengatakan, pembentukan raperda ini dilandasi keresahan terhadap permasalahan SARA di Kota Bandumg yang tidak kunjung selesai dengan berbagai kemasannya. Protes terhadap kegiatan suatu agama kerap muncul, sehingga harus dibuat aturan yang jelas.
“Kemudian, Bandung sebagai kota pariwisata kan banyak dikunjungi wisatawan baik lokal dan internasional. Itu harus diatur, bagaimana perilaku warga ke wisatawan lokal dan internasional,” ungkap Erick.
Peraturan ini perlu dilakukan, kata Erick, karena dulu pernah ada kejadian pelecehan terhadap wisatawan asing. Belum lagi pungli atau tarif seenaknya yang dikenakan pada wisatawan lokal.
“Ini kan tidak boleh terjadi. Sehingga perlu pengaturan agar warga tidak melakukan tindakan yang melanggar dan merugikan orang lain,” ungkapnya.
Pansus 9, menurut Erick, baru dua kali menggelar rapat. Pertama mendengarkan pandangan dari bagian hukum, dan kedua diskusi soal sanksi. “Ini masih tahap awal, masih ada pembahasan-pembahasan lainnya,” pungkasnya.***