Oleh: Dr. A. Effendy Choirie, M.Ag., M.H. Ketua Umum Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS) Anggota DPR/MPR RI FPKB 1999–2013
Abstraksi
Kontroversi antara Menteri Keuangan Dr. Purbaya dan Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi (KDM) merefleksikan perbedaan paradigma dalam pengelolaan fiskal antara pusat dan daerah.
Menkeu Purbaya menegaskan pentingnya penyerapan penuh anggaran daerah (APBD) agar tidak mengendap di bank dan benar-benar berputar di masyarakat, mendorong aktivitas ekonomi lokal, serta menghindari korupsi dan penyimpangan.
Sementara KDM menekankan perlunya otonomi dan fleksibilitas daerah dalam mengelola program-program sosial untuk kesejahteraan rakyat. Keduanya memiliki visi yang sama — kesejahteraan sosial — namun berbeda pada pendekatan dan prioritas.
Pendahuluan
Dalam konteks pembangunan nasional dan desentralisasi fiskal, hubungan antara pemerintah pusat dan daerah kerap diwarnai perbedaan pendekatan. Menkeu Purbaya menegaskan agar setiap rupiah dalam APBD terserap sepenuhnya sesuai dengan rencana pembangunan daerah. Tujuannya bukan semata untuk kepatuhan administratif, melainkan agar dana publik berputar di masyarakat dan menciptakan multiplier effect terhadap perekonomian daerah.
Sebaliknya, Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi menyoroti bahwa mekanisme birokratis yang terlalu kaku seringkali menghambat inovasi sosial dan pembangunan berbasis budaya lokal.

















