Kongres ini tidak bisa masuk dalam jenis kongres tahunan, Karen PWI baru kongres di Bandung 2023 lalu. Juga tidak bisa masuk dalam jenis KLB, karena ketua terpilih kongres lima tahunan 2023, Henri C Bangun tidak meninggal, tidak mengundurkan diri, dan tidak berhalangan tetap. Bahkan ikut menjadi kandidat calon di kongres yang sebenarnya hanya kongres-kongresan itu. Alias kongres bodong. Untuk jadi jenis kongres ketiga yang dimufakat floor pun kesempatannya hilang, karena pimpinan sidang Zulkifli Gani Oto memasukan masalah ini ke pembahasan diluar momentum quorum pemilik suara yang memiliki posisi tertinggi dan sumber ketentuan PD/PRT.
Terpilihnya Ahmad Munir dalam kumpul-kumpul seluruh ketua Provinsi plus Kota Solo di Cikarang 29 Agustus kemarin lebih tepatnya sebatas simulasi pemilihan ketua. Dalam simulasi itu Ahmad Munir memenangkan 52 suara dan Hendri Chairudin Bangun kalah dengan 35 suara. Dari 87 suara yang diperebutkan. Momentum kumpulnya pemilik suara dengan biaya tinggi dari seluruh Indonesia ini gagal dimanfaatkan Setering Comite (SC) untuk mengaklamasi (mufakat) bahwa kumpul-kumpul ini adalah sebuah kongres yang syah karena berdasarkan keputusan floor.
Rangkaian terjadinya kumpul-kumpul di Cikarang (KKDC) kemarin didahului oleh adanya isyu Chasback dana Uji Kompetensi Wartawan dari BUMN yang kemudian tereskalasi menjadi Perkelahian Wartawan Indonesia (PWI) selama dua tahun terakhir belakangan. Perkelahian Wartawan Indonesia berlangsung sangat menghabiskan energi. Sudahnya industri bikin berita ini hancur karena digital, organisasi profesi wartawan tertua ini malah buang energi eker-ekeran. PDP/RT PWI ditabrak. Diinjak-injak dengan membuat KLB tanpa kausalitas. Main bikin saja. Padahal legitimasi penyelenggara, jumlah ketua profinsi pemilik suara dan jumlah suara tak pernah diumumkan. Diperparah Yasona Laoli main buat Akta saja. Berujung HPN dilaksanakan di dua tempat, Riau dan Banjarmasin. Presiden Prabowo tak datang. Dari sinilah urgensi kongres muncul. Tahun depan 2026, jalan karpet merah harus satu, karena presiden mau ke HPN. Kerikil yang menghalangi jalur karpet harus disingkirkan.
Komdigipun akhirnya berhasil membeli PWI untuk lima tahun ke depan. Dengan ketua hasil simulasi yang dibiayai Komdigi, kantor Kebun Sirih dipersilahkan Komarudin Hidayat untuk dibuka segelnya dan dipakai lagi. Padahal Dewan Pers sama-sama numpang di gedung itu. Dan pengusiran oleh Dewan Pers itu pelecehan harga diri PWI yang akan tercatat dalam perjalanan sejarah organisasi ini. Saya sendiri pilih mundur dari kepengurusan organisasi ini. Karena tak ada lagi kehormatan yang dapat dijadikan pijakan. Saya tak sejalan dengan arus besar kongres Cikarang. Tapi saya tak akan buat KLB yang seperti rombongan burung kasuari yang membentur-benturkan kepalanya di bantaran pohon sambil menginjak-injak kitab sucinya sendiri, PD/PRT. Kalau akal sehat sudah tidak dipakai, maka kumpulan ini tak ada bedanya dengan kumpulan ternak, Kal An’am. Selamat kepada Cak Munir yang telah memenangkan pemilihan simulasi pada kumpul-kumpul ketua PWI Provinsi di Cikarang kemarin.
*Esais adalah mantan pengurus PWI yang baru saja mengundurkan diri struktur di PWI. Dan memilih jalur PWI kultural.