Dilema Subsidi dan Inflasi
Jika pemerintah memilih untuk mempertahankan harga BBM bersubsidi seperti Pertalite dan Solar, beban subsidi energi diperkirakan akan membengkak. Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, memperingatkan bahwa kenaikan harga minyak dunia dapat melemahkan neraca perdagangan Indonesia dan mempersempit ruang fiskal untuk prioritas anggaran lain, seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Di sisi lain, kenaikan harga BBM dapat memicu inflasi karena biaya transportasi dan distribusi barang akan meningkat. Hal ini berpotensi menurunkan daya beli masyarakat dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Industri yang bergantung pada energi, seperti manufaktur dan logistik, juga akan menghadapi tekanan biaya operasional yang lebih tinggi.
Pemerintah, melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, menyatakan bahwa mereka terus memantau dampak konflik terhadap harga minyak dan nilai tukar rupiah. Selain itu, pemerintah mendorong percepatan transisi ke energi baru dan terbarukan (EBT) sebagai solusi jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan pada minyak impor.
Pertamina juga telah menyiapkan langkah antisipasi, seperti mencari rute alternatif untuk pengiriman minyak dari Timur Tengah guna menghindari gangguan akibat konflik. Namun, VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, belum memastikan apakah harga BBM nonsubsidi akan naik, dengan menyatakan bahwa evaluasi akan dilakukan pada akhir bulan.
Konflik Iran-Israel yang terus memanas berpotensi mengerek harga BBM di Indonesia, terutama BBM nonsubsidi, akibat lonjakan harga minyak dunia. Pemerintah dihadapkan pada dilema antara menaikkan harga BBM atau memperbesar subsidi energi, yang keduanya memiliki konsekuensi ekonomi. Sementara itu, pelaku usaha dan masyarakat perlu bersiap menghadapi potensi kenaikan biaya hidup dan inflasi. Untuk jangka panjang, percepatan transisi ke energi terbarukan menjadi solusi strategis untuk mengurangi dampak ketergantungan Indonesia pada minyak impor.