Melalui program Holding UMKM, Bagus menegaskan bahwa pengusaha menengah diharapkan dapat menjadi poros penghubung bagi usaha mikro dan kecil dalam klaster yang sama.
Sehingga tercipta skala ekonomis, akses pembiayaan, pendampingan inkubasi, dan pemasaran yang lebih kuat untuk mendorong pertumbuhan usaha secara berkelanjutan.
“Usaha menengah diharapkan mampu membantu menyelesaikan berbagai tantangan yang kerap dihadapi usaha mikro dan kecil, seperti kendala produksi, keterbatasan akses pembiayaan, belum optimalnya standardisasi mutu, serta lemahnya integrasi rantai pasok,” ujarnya.
Pada 2026, Kementerian UMKM juga akan mengoptimalkan pembiayaan inovatif bagi usaha menengah melalui skema yang terstruktur, terkurasi, serta berbasis pada kesiapan finansial dan potensi usaha.
“Pada tahun sebelumnya, terdapat 56 usaha menengah yang terpilih dalam skema pembiayaan ini. Program tersebut merupakan hasil kolaborasi dengan sejumlah lembaga keuangan perbankan dan nonperbankan, seperti bank-bank Himbara dan Pegadaian, serta mitra kolaborator lainnya, termasuk Kementerian Perdagangan, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, dan BUMN,” katanya.
Selain itu, Bagus menambahkan bahwa program RISE to IPO, yang bertujuan memberikan kesempatan bagi usaha menengah untuk melantai di bursa, juga akan kembali diselenggarakan pada 2026 di Surabaya, Bandung, dan Makassar.
“Pada tahun sebelumnya, program RISE to IPO telah dilaksanakan di Jakarta dan Semarang dengan total 128 perusahaan yang lolos proses kurasi dan mengikuti rangkaian seminar,” tuturnya.
Menurut Bagus, RISE to IPO menjadi jembatan strategis bagi pengusaha menengah untuk naik kelas, dari perusahaan tertutup menjadi perusahaan terbuka yang lebih tertata, transparan, dan kompetitif. Sekaligus berperan sebagai jangkar penting bagi penguatan ekosistem jutaan usaha mikro dan kecil di seluruh Indonesia.***

















