TERASJABAR – Kejaksaan Tinggi Jabar (Kejati) Jabar harus segera melakukan pengusutan terhadap adanya dugaan korupsi dan gratifikasi dalam proyek Penerangan Jalan Umum (PJU) di Garut, Cirebon yang melibatkan oknum Dishub Jawa Barat, pengusaha dan orang dekat gubernur Dedi Mulyadi.
Praktisi hukum Anon Joemadi SH memberi alasan bahwa kasus tersebut harus segera diusut lantaran proyek tersebut diduga merugikan negara seratusan miliar rupiah. Hitungan kerugian negara menurut Anom dilihat dari nilai proyek yang Rp200 miliar lebih dari nilai sebenarnya hanya seratus miliaran. Lebih rinci Anom mengatakan bahwa besaran mark up dari herga tiang PJU yang hanya Rp13 juta per tiang dijual Rp33 juta.
“Dari sini saja sudah kelihatan mark upnya lebih dari 200 persen,” katanya.
Masyarakat harus ikut mengawasi proyek proyek yang diduga dikorupsi. Termasuk kasus PJU kata Anom jangan sampai menguap begitu saja. Apalagi saat ini prabowo sedang bersih-bersih terkait koruptor yang merajalela selama ini.
Dalam kasus PJU Anom yang juga sebagai ketua umum IPSBS (Ikatan Persaudaraaan Sumatera Barat Bagian Selatan) mendorong Kejati Jabar agar segera membongkar praktik curang tersebut termasuk orang yang diduga terlibat. “Menurut saya pemenang tender PT IDFÂ oknum dishub makelar AFR dan US segera diperiksa dan ditangkap agar terkuak semuanya,” ujar Anom.
Seperti diberitakan bahwa Kejati Jabar tengah melakukan penyelidikan terhadap dugaan korupsi penerangan jalan umum (PJU) di Garut dan Cirebon bernilai ratusan miliar.
Dalam proyek ini diduga menyeret dua nama yakni orang berinisial AFR dan US. Keduanya termasuk orang penting karena diduga menjadi “makelar” atau calo proyek sehingga proyek PJU bernilai ratusan miliar di Garut dan Cirebon dimenangkan sebuah perusahaan yang menjadi target kedua orang tersebut.
Menurut informasi, AFR dan US dalam praktiknya mencatut nama Gubernur Jabar Dedi Mulyadi untuk mempermudah atau memuluskan niatnya.
Kasus proyek PJU ini dibongkar oleh Asosiasi Pemuda Anti Korupsi (APAK).
Ketua Asosiasi Pemuda Anti Korupsi (APAK) Jabar Yadi Suryadi, mengaku sudah menyerahkan bukti bukti kuat adanya penyimpangan dalam proyek PJU di Garut dan Cirebon.
Pemenangan dalam tender proyek oleh sebuah perusahaan tak lepas dari peran dua orang berinisial AFR dan US yang merupakan pentolan di organisasi pengusaha dan satu lagi adalah orang dekat Gubernur Jabar.
Untuk memuluskan usahanya sebagai “makelar” proyek, AFR dan US, kata Yadi, sempat bolak balik ke Garut untuk menemui orang penting di Garut. Berkat orang penting inilah, akhirnya proyek PJU itu dimenangkan oleh perusahaan yang jadi target AFR dan US.
HARGA RP13 JUTA DIJUAL RP32 JUTA
Yang mengejutkan adalah proyek tersebut sangat merugikan negara. Menurut Yadi, satu tiang PJU Rp13 juta dijual Rp32 juta. “Jadi mark upnya Rp19 juta per tiang,” katanya.
Tiang tiang PJU itu diproduksi di sebuah pabrik yang berlokasi di Gunung Putri Bogor. Yadi mengatakan, Kejati Jabar harus segera mengungkap perkeliruan di tubuh Dishub Jabar ini.
Yadi menduga kedua orang tersebut mendapat gratifikasi sebesar Rp7 miliar dari nilai proyek Rp200 miliar. Tender proyek senilai itu dimenangkan PT IDF.
Yadi menambahkan bahwa hasil temuan timnya di lapangan dalam praktiknya AFR dan US mencatut nama gubernur untuk memuluskan tender proyek itu.
Yadi mengungkapkan setelah pihaknya meminta penjelasan dari Dinas Perhubungan Jawa Barat, data yang diterima justru memperkuat temuan mereka.
Adapun pihak-pihak yang diduga terlibat, menurut Yadi, berasal dari unsur ASN yakni yang berinisial TG dan DN, kemudian ada seorang anggota tim teknis pada Dishub Jabar berinisial AG, lalu US dan AFR dari organisasi pengusaha. .
“Semua pihak diduga terlibat dalam skema pengondisian tender dengan mencatut nama gubernur sebagai legitimasi,” ujarnya.
Adapun transaksi gratifikasi disebut terjadi pada Agustus 2025 di sebuah tempat makan di kawasan Setiabudi, Kota Bandung, dengan nilai mencapai Rp7 miliar untuk pekerjaan PJU yang dianggarkan daerah senilai Rp200 miliar.
“Yang menjual nama itu dari pihak organisasi pengusaha, bukan ASN. Informan kami menyebut transaksi sekitar Rp7 miliar (untuk fee UPTD) dari utusan YL, manajer IDF dalam pecahan 100 dolar AS kepada oknum ASN,” ucapnya.
Dugaan pelanggaran ini, kata Yadi telah dilaporkan APAK ke Kejati Jabar dengan dilengkapi berbagai barang bukti, berupa foto, tangkapan layar percakapan WhatsApp, serta lima orang yang siap memberikan kesaksian terkait dugaan praktik gratifikasi tersebut.
Yadi menilai persoalan inti bukan hanya soal aliran uang, melainkan penyalahgunaan nama gubernur dalam proses pemenangan tender untuk memuluskan penunjukan mereka dalam proyek PJU di sejumlah wilayah.
“Ada indikasi bahwa ada pihak yang menjual nama gubernur dalam proyek PJU di Jawa Barat,” ujar Yadi.
Yadi menegaskan praktik pencatutan nama gubernur tersebut, mencoreng kredibilitas pemimpin daerah. “Padahal Gubernur sedang gencar melakukan program antikorupsi, tetapi di bawah justru ada oknum struktural yang melakukan hal yang bertentangan,” tutur Yadi.***
















