TERASJABAR.ID – Dalam wawancara panjang dengan Kicker, Jürgen Klopp berbicara tentang perannya di Red Bull dan pandangannya terhadap arah perkembangan sepak bola Jerman.
Pada awal tahun ini, pelatih berusia 58 tahun itu resmi menjadi Kepala Sepak Bola Global Red Bull.
Tugasnya mencakup seluruh klub dalam jaringan multi-klub Red Bull, mulai dari RB Leipzig di Bundesliga hingga New York Red Bulls di MLS.
Klopp mengatakan bahwa ia bukan tipe orang yang datang dan langsung melakukan perubahan besar.
Ia lebih suka memahami situasi lokal dan alasan di balik setiap keputusan sebelum memutuskan untuk mengubah sesuatu.
“Yang dulu saya lakukan di satu klub, kini saya lakukan dalam skala yang lebih luas. Saya tidak memantau semua klub setiap hari—itu bukan peran saya. Saya ingin mendukung mereka agar bisa berkembang semaksimal mungkin. Mengenal banyak orang dari berbagai negara dan budaya juga menjadi hal yang sangat menyenangkan. Dan apa yang lebih baik dari berbicara tentang sepak bola?” ujar Klopp.
BACA JUGA: Stefano Pioli: Fiorentina Tak Pantas Kalah, VAR Hancurkan Fair Play
Ia juga menanggapi kritik atas keputusannya bergabung dengan Red Bull, mengingat reputasinya sebagai sosok yang menjunjung nilai tradisional sepak bola Jerman.
“Saya tahu sebagian orang di Jerman tidak setuju, tapi saya benar-benar menikmati pekerjaan ini,” katanya.
Tentang transisi dari dunia kepelatihan, Klopp menambahkan bahwa ia tidak merasa kehilangan semangat setelah berhenti melatih.
“Saya tidak pernah berpikir untuk berhenti bekerja sepenuhnya. Saya bukan pemain golf, jadi saya tidak tahu apa yang harus dilakukan jika tidak bekerja,” ujarnya sambil tertawa.
Klopp mengatakan bahwa dirinya masih memiliki energi, namun tidak cukup untuk kembali memulai semuanya dari awal seperti yang ia lakukan pada tahun 2015 karena hal itu akan terlalu melelahkan.
Klopp juga menyinggung masa depan sepak bola Jerman. Ia merupakan bagian dari kelompok ahli DFL yang bertugas merumuskan strategi pengembangan sepak bola nasional.
Salah satu gagasan yang ia dukung adalah pembentukan liga U-21 bagi klub profesional, mirip dengan Premier League 2 di Inggris.
Menurut Klopp, langkah tersebut akan membantu memperpanjang masa pengembangan pemain muda.
“Kita terlalu cepat memutuskan nasib pemain di usia 17 atau 18, padahal banyak yang belum berkembang sepenuhnya. Dengan adanya liga U-21, mereka mendapat waktu lebih lama untuk tumbuh dan mempersiapkan diri menghadapi tantangan profesional,” jelasnya.
Ia juga menekankan pentingnya pengembangan pelatih muda dalam sistem baru tersebut.
Klopp mengaku terus berdiskusi dengan petinggi DFL dan DFB seperti Marc Lenz dan Andreas Rettig untuk mewujudkan ide itu, meskipun keputusan akhir tetap berada di tangan klub-klub profesional.
Klopp juga menyoroti kurang optimalnya akademi RB Leipzig dalam mencetak pemain lokal, karena sebagian besar talenta mereka berasal dari luar negeri.
“Kami sudah mulai memperbaikinya dengan menunjuk David Wagner sebagai kepala akademi baru. Ia punya pengalaman luas di pengembangan pemain muda dan berbagai level kompetisi,” katanya.
Namun, Klopp menegaskan bahwa perubahan tidak bisa dilakukan secara sepihak oleh Leipzig.
“Ini bukan hanya soal satu klub, tapi soal sistem sepak bola secara keseluruhan. Kunci pengembangan pemain terletak pada latihan dan kompetisi yang sesuai usia,” ujarnya.
Di Jerman, tim profesional diizinkan memiliki tim cadangan yang bisa berlaga hingga level 3. Liga, contohnya Stuttgart II dan Hoffenheim II.
Namun, sistem ini sering dikritik karena dianggap menghambat promosi klub independen dan tidak selalu berfungsi sebagai wadah pengembangan pemain muda.
Karena itu, ide Klopp tentang pembentukan liga U-21 dinilai banyak pihak sebagai solusi potensial untuk memperbaiki sistem pembinaan pemain di Jerman.-***