Menurut Yadi Suryadi, jika pemegang saham pengendali kembali mengusulkan figur yang kontroversial atau bermasalah, itu berarti mengabaikan pesan publik dan menempatkan bank bjb pada risiko tata kelola yang salah akan berulang.
Yadi menegaskan, peringatak yang dia sampaikan ini bukan tudingan personal; ini adalah peringatan moral bagi pejabat politik yang memiliki hak suara dalam RUPS.
Fit and Proper Test OJK adalah benteng terakhir integritas perbankan. Selama regulator menegakkan aturan secara objektif, publik memiliki alasan untuk tenang. Namun pemegang saham pengendali harus menyadari bahwa rekomendasi calon direksi bukan “jatah politik”.
Sebagai.gambaran, lanjut Yadi, kekosongan jabatan Direktur Kepatuhan, serta dua Komisaris di Bank BJB belakangan ini bukan sekadar situasi administratif. “Ini adalah alarm keras tentang rapuhnya tata kelola korporasi di bank bjb. Di tengah ketidakpastian ekonomi, publik—terutama masyarakat Jawa Barat sebagai pemilik saham mayoritas—berhak mempertanyakan bagaimana kekosongan seperti ini bisa terjadi dan mengapa penyelesaiannya terlihat lambat,” kata Yadi.
Bank bukan institusi biasa. Ia adalah lembaga yang mengelola kepercayaan, mengatur likuiditas, dan menopang perekonomian daerah.
Kekosongan posisi strategis ini bukan terjadi karena proses korporasi yang biasa, tetapi karena adanya nama-nama yang tidak lolos Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) OJK.
Fakta ini harus diterima sebagai bukti bahwa fungsi pengawasan regulator berjalan dengan baik. Namun pada saat yang sama, ini juga menunjukkan adanya kelemahan serius pada proses seleksi internal pemegang saham pengendali
Bank sebesar bjb kata Yadi seharusnya tidak “salah memilih” calon pengurus inti. Kegagalan berulang dalam Fit and Proper Test bukan sekadar kesalahan teknis. Ini adalah pertanda bahwa proses seleksi internal mengabaikan integritas dan rekam jejak.
Dalam.RUPS nanti.ketua APAK berharap.orang orang terpilih adalah figur figur profesional di bidang perbankan. ****















