TERASJABAR.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima pengaduan dari Komunitas Madani Purwakarta (KMP) beserta sejumlah Aktivis di Jabar yang melaporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi atas penundaan dan pengalihan Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) Kabupaten Purwakarta senilai Rp 71,7 miliar untuk Tahun Anggaran 2016–2018.
Laporan ini didasari serangkaian temuan pelanggaran berat yang mengindikasikan penahanan anggaran desa tanpa dasar hukum, manipulasi pembukuan, dan penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat lintas periode.
DBHP Wajib Disalurkan, Tetapi Ditahan Tanpa Dasar Hukum. Saat itu Kabupaten Purwakarta dipimpin Dedi Mulyadi yang sekarang menjabat gubernur Jawa Barat.
Zaenal sebagai Ketua KMP dan kordinator, memaparkan bahwa DBHP bersifat mandatory spending, namun justru ditunda dan dibayar lintas tahun anggaran tanpa adanya Keadaan Luar Biasa (KLB). Temuan utama:
1. DBHP 2016 baru dibayar melalui SP2D 2020, sisa Rp 19,4 M belum tersalurkan.
2. DBHP 2017 baru dibayar di SP2D 2019 sebesar Rp 24,47 M.
3. DBHP 2018 dibayar di SP2D 2019, masih menyisakan Rp 257 juta.
4. Sisa DBHP 2016–2018 sebesar Rp 19,73 M dimasukkan ulang ke P-APBD 2025, seolah merupakan “utang desa”. ungkap Zaenal selesai keluar dari Gedung KPK
Selain itu, Zenal menuturkan dari total penundaan dan pembayaran lintas tahun mencapai Rp 71,7 miliar, menggambarkan pola pelanggaran yang tidak bisa lagi dijelaskan sebagai kesalahan teknis.
Indikasi Penyimpangan yang Semakin Menguat
KMP menemukan dugaan kuat:
1. Penyimpangan aliran dan penggunaan DBHP
2. Manipulasi pembukuan antar tahun anggaran
3. Penyesatan dokumen publik melalui narasi “utang DBHP”
4. Penyalahgunaan kewenangan oleh pemegang kas daerah
5. Potensi kerugian negara dan dugaan pemberian keuntungan kepada pihak lain
6. Upaya menutup kasus melalui P-APBD 2025 tanpa audit tracing
Pentolan Aktifis Purwakarta yang lain Tjetjep Saepulloh menyatakan bahwa penyimpangan tersebut memenuhi unsur pasal 2, 3, dan 15 UU Tipikor.

















