Tapi ada beberapa ayat yang terasa relevan dengan situasi yang saya hadapi :
Wailal jibăli kaifa nushibat
(Dan bagaimana gunung-gunung ditegakkan)
Wailal ardhi kaifa sutihat
(Dan bagaimana bumi dihamparkan)
Saat itu saya sedang menyaksikan gunung-gunung tegak berdiri gagah di atas hamparan bumi.
Di sebuah puncak tanjakan, satu mobil pikap berhenti di sebelah kanan saya. Penumpangnya remaja tanggung. Tiga orang. “Boleh kami bantu naikkan ke mobil pak. Tanjakannya masih banyak dan lebih tajam,” kata salah seorang dari mereka.
Saya mengangguk. Dengan cekatan ketiga anak muda ini menaikkan sepeda saya. Ketiganya adalah Daffa, Joe, dan Dicky. Mereka sedang dalam perjalanan ke Lembor untuk mengangkut beras.
Dan ternyata tanjakan tajamnya memang masih banyak. Akan sangat menguras tenaga kalau saya tadi terus mengayuh. Dan sudah pasti akan mendorong pula.
Sepanjang saya menekuni gowes jarak jauh, inilah medan yang sangat ekstrem yang saya temui. Banyak sekali rambu ‘Letter U” yang berarti jalannya berbalik arah lagi. Berbalik sembari berhadapan dengan tanjakan.
Saya bersyukur kembali dipertemukan orang baik. Kali ini anak-anak muda. Sepantaran anak saya. “Kami tahu medannya berat sekali bapak. Tidak tega kami,” kata Daffa, yang duduk di kabin paling kiri.
Setelah melewati tanjakan, beberapa kilometer menjelang Lembor saya turun dari mobil. Mereka masuk ke kampung menuju penggilingan padi tempat tujuan mereka.