Di Desa Kajoran insiden terjadi. Enggak tahu apa penyebabnya, gagang kamacata sebelah kanan tiba-tiba copot. Tak buru-buru saya buang, karena saya masih butuh kacamata hitam. Terpaksalah dipakai dengan hanya mengandalkan gagang sebelah kiri.
Berkali-kali saya berhenti untuk memeriksa googlemaps, karena jalan yang saya lalui terasa sangat terpencil. Jauh dari pemukiman. Rupanya saya diarahkan melalui jalan pintas, karens tahu-tahu jol di jalan Raya Wedi – Gempol.
Lalu lintas di jalan ini cukup ramai karena ini adalah jalan alternatif menuju Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul. Di Desa Pasung tak jauh dari Lapangan Harjodisastro, laju sepeda saya dihentikan beberapa bapak yang sedang berjaga. Di depan sedang ada aktivitas memotong pohon pinus.
Pemandangan keren saya dapatkan menjelang masuk ke Desa Gentan, yang menjadi tujuan saya. Di jalan desa ini ada pohon turi di kiri kanan jalan yang pohonnya nyambung menaungi badan jalan.
Suasana bertambah syahdu karena di pinggir pohon turi itu ada kebun tebu yang tingginya sudah melebihi badan saya.
Mengandalkan petunjuk googlemaps mudah saja saya menemukan Masjid Isa Al Masih. Dari namanya saja masjid ini sudah tidak lazim dibanding masjid kebanyakan.
Yang membuat saya tertarik mengunjungi masjid ini adalah latar belakangnya. Masjid ini dulunya adalah sebuah gereja. Yakni Gereja Kerasulan Baru. Tak heran kalau dulu sempat viral.
Dari bacaan yang saya dapat, masjid ini dijual karena jemaatnya tinggal empat orang. Pembelinya adalah seorang mualaf keturunan China. Gereja pun kemudian bertransformasi menjadi masjid.
Dari info seorang warga yang kebetulan saya temui, masjid ini belum menyelenggarakan shalat Jum’at. Jum’atan masih dipusatkan di masjid desa yang lebih besar.