Yadi mengungkapkan setelah pihaknya meminta penjelasan dari Dinas Perhubungan Jawa Barat, data yang diterima justru memperkuat temuan mereka.
Adapun pihak-pihak yang diduga terlibat, menurut Yadi, berasal dari unsur ASN yakni yang berinisial TG dan DN, kemudian ada seorang anggota tim teknis pada Dishub Jabar berinisial AG, lalu US dan AFR dari organisasi pengusaha. .
“Semua pihak diduga terlibat dalam skema pengondisian tender dengan mencatut nama gubernur sebagai legitimasi,” ujarnya.
Adapun perusahaan pemenang tender untuk proyek tersebut, kata Yadi, adalah PT IDF. Transaksi gratifikasi disebut terjadi pada Agustus 2025 di sebuah tempat makan di kawasan Setiabudi, Kota Bandung, dengan nilai mencapai Rp7 miliar untuk pekerjaan PJU yang dianggarkan daerah senilai Rp200 miliar.
“Yang menjual nama itu dari pihak organisasi pengusaha, bukan ASN. Informan kami menyebut transaksi sekitar Rp7 miliar (untuk fee UPTD) dari utusan YL, manajer IDF dalam pecahan 100 dolar AS kepada oknum ASN,” ucapnya.
Dugaan pelanggaran ini, kata Yadi telah dilaporkan APAK ke Kejati Jabar dengan dilengkapi berbagai barang bukti, berupa foto, tangkapan layar percakapan WhatsApp, serta lima orang yang siap memberikan kesaksian terkait dugaan praktik gratifikasi tersebut.
Yadi menilai persoalan inti bukan hanya soal aliran uang, melainkan penyalahgunaan nama gubernur dalam proses pemenangan tender untuk memuluskan penunjukan mereka dalam proyek PJU di sejumlah wilayah.
“Ada indikasi bahwa ada pihak yang menjual nama gubernur dalam proyek PJU di Jawa Barat,” ujar Yadi.
Yadi menegaskan praktik pencatutan nama gubernur tersebut, mencoreng kredibilitas pemimpin daerah. “Padahal Gubernur sedang gencar melakukan program antikorupsi, tetapi di bawah justru ada oknum struktural yang melakukan hal yang bertentangan,” tutur Yadi.***
















