TERASJABAR.ID – Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) DPRD Kota Bandung menyampaikan pandangan umum terhadap 4 Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang masuk dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) Tahap II Tahun 2025.
Keempat Raperda tersebut meliputi:
1. Raperda tentang Grand Design Pembangunan Keluarga Kota Bandung Tahun 2025–2045;
2. Raperda tentang Perubahan Kedua atas Perda Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial;
3. Raperda tentang Ketertiban Umum, Ketentraman dan Pelindungan Masyarakat;
4. Raperda tentang Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Seksual Berisiko serta Penyimpangan Seksual.
Dalam pandangannya, Fraksi PDI Perjuangan menyoroti bahwa banyak ketentuan dalam keempat Raperda tersebut hanya akan efektif jika didukung anggaran dan sumber daya manusia (SDM) yang memadai.
“Tanpa dukungan nyata, Raperda ini hanya akan menjadi tumpukan dokumen tanpa makna. Pertanyaan mendasar kami: sejauh mana kesiapan Pemkot Bandung dalam hal pembiayaan dan SDM agar seluruh Raperda ini dapat benar-benar diimplementasikan?” tegas Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Bandung, Isa Subagdja.
Fraksi PDI Perjuangan juga menekankan pentingnya keterlibatan publik dalam proses penyusunan regulasi. Mereka mempertanyakan apakah keempat Raperda tersebut telah melalui uji publik untuk mencegah potensi kegaduhan saat implementasi nanti.
Terkait Raperda Grand Design Pembangunan Keluarga, fraksi meminta penjelasan Wali Kota Bandung mengenai keselarasan rancangan tersebut dengan RPJMD Kota Bandung.
Menurut Fraksi PDI Perjuangan, Perda ini harus mampu menjadi payung koordinatif lintas sektor yang memperkuat kebijakan di bidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, sosial, dan keluarga berencana.
“Koordinasi antarperangkat daerah mutlak diperlukan agar sasaran pembangunan keluarga di Bandung sejalan dengan arah pembangunan kependudukan nasional,” ujar Isa.
Fraksi juga menyoroti Raperda Penanganan Kesejahteraan Sosial, yang dinilai perlu terintegrasi dengan kebijakan pembangunan keluarga agar efektivitasnya lebih terasa di masyarakat.
Dalam pembahasan Raperda Ketertiban Umum, Fraksi PDI Perjuangan menyoroti stigma negatif terhadap Satpol PP yang sering dianggap “musuh wong cilik”. Fraksi menilai, pendekatan humanis harus lebih dikedepankan daripada tindakan represif.
“Sudah saatnya dibuat aturan tegas mengenai standar operasional prosedur (SOP) dan sanksi bagi oknum petugas yang bertindak berlebihan. Raperda ini perlu memuat ketentuan tersebut agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan,” ujarnya.***