TERASJABAR.ID – Kasus grup Facebook “Fantasi Sedarah” dan “Suka Duka” yang memuat konten penyimpangan seksual berupa inses telah menggegerkan publik dan menjadi sorotan nasional.
Setelah penyelidikan intensif, Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri bersama Direktorat Siber Polda Metro Jaya berhasil menangkap enam pelaku pada Selasa (20/5/2025). Berikut adalah fakta-fakta terbaru terkait kasus ini berdasarkan informasi resmi dari pihak berwenang.
1. Penangkapan Enam Pelaku di Jawa dan Sumatera
Polisi menangkap enam pelaku secara maraton di beberapa lokasi di Pulau Jawa dan Sumatera. Mereka terdiri dari admin grup dan anggota aktif yang mengunggah konten pornografi, termasuk foto dan video yang melibatkan perempuan dan anak di bawah umur. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, menyatakan bahwa penangkapan dilakukan dengan bukti kuat, termasuk barang bukti berupa komputer, ponsel, kartu SIM, serta dokumen digital berupa foto dan video
2. Peran Pelaku dan Barang Bukti
Para pelaku memiliki peran berbeda, mulai dari admin yang mengelola grup hingga anggota aktif yang menyebarkan konten asusila. Konten yang diunggah mencakup materi eksplisit yang melanggar norma kesusilaan, termasuk unggahan yang mengarah pada kekerasan seksual terhadap anak. Barang bukti yang disita menjadi kunci untuk mengungkap jaringan ini, dan penyidik masih mendalami motif serta kemungkinan tindak pidana lain. Trunoyudo menegaskan bahwa jumlah tersangka berpotensi bertambah seiring pemeriksaan lebih lanjut.
3. Grup ‘Fantasi Sedarah’ dan ‘Suka Duka’ Berusia 15 Tahun
Grup “Fantasi Sedarah” diketahui telah aktif selama lebih dari 15 tahun, menunjukkan lemahnya pengawasan konten digital di masa lalu. Grup ini sempat memiliki hingga 32.000 anggota dan menjadi wadah untuk unggahan yang mempromosikan inses, termasuk cerita dan gambar tak senonoh. Setelah viral, grup ini mengganti nama menjadi “Suka Duka” untuk menghindari pantauan, namun tetap terdeteksi dan diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bersama Meta, induk perusahaan Facebook. Total, enam grup serupa telah diblokir karena melanggar pedoman komunitas dan hukum Indonesia
4. Reaksi Publik dan Desakan Hukuman Tegas
Kasus ini memicu kemarahan publik, dengan banyak warganet menyebut konten grup tersebut “menjijikkan” dan “melanggar kemanusiaan.” Anggota Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, mengecam keberadaan grup ini dan meminta polisi serta Komdigi menindak tegas pelaku untuk mencegah kejahatan seksual di dunia nyata. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga menyoroti potensi besar korban anak dalam kasus ini, mendesak polisi untuk memisahkan anak-anak dari lingkungan berisiko