TERASJABAR.ID – Produksi dan distribusi beras makin rumit. Salah satu sumber kegaduhan ini adalah lemahnya koordinasi antar-lembaga serta kecenderungan Kementerian Pertanian yang lebih sibuk menggarap proyek dibanding mencari solusi nyata bagi petani maupun masyarakat.
Demikian disampaikan Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Subagyo.
Firman menyoroti program cetak sawah yang digagas Kementerian Pertanian, yang menurutnya tidak membawa hasil berarti bahkan menimbulkan persoalan baru.
“Kesan yang muncul, pejabat Kementan hanya sibuk bikin proyek. Cetak sawah baru selalu dipromosikan, tapi hasilnya tak jelas. Sementara irigasi teknis yang ada malah dibiarkan beralih fungsi,” ujarnya, seperti ditulis Parlementaria pada Rabu, 3 September 2025.
Ia juga mengkritik kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras yang dianggap tidak sesuai kondisi lapangan.
BACA JUGA: Fenomena Haji Instan, KPK Bongkar Dugaan Korupsi Kuota
Dengan harga gabah menembus Rp8.000 per kilogram, upaya menahan HET beras premium di Rp14.900 justru dianggap tidak menjawab masalah.
“Menaikkan HET beras medium tanpa kajian menyeluruh hanya memperburuk keadaan. Masalah utama ada pada rendahnya produksi dan kurangnya dukungan untuk petani serta penggilingan padi, bukan pada penetapan HET,” tegasnya.
Firman menambahkan, kebijakan pangan saat ini berjalan tumpang tindih.
Ada sedikitnya lima lembaga yang mengurusi beras, tetapi koordinasi antarinstansi sangat lemah sehingga solusi mendasar sulit dicapai.
Ia menekankan, Kementerian Pertanian seharusnya fokus meningkatkan produksi, sementara urusan distribusi dan perdagangan ditangani lembaga lain yang berwenang.
Sebagai contoh, ia menyebut Vietnam yang meskipun memiliki lahan pertanian lebih sempit, mampu menghasilkan beras melimpah berkat perlindungan serius terhadap petani dan konsistensi dalam penggunaan teknologi pertanian.
Firman mengingatkan, tanpa reformasi struktural dan kebijakan yang berpihak pada petani, Indonesia akan terus bergantung pada impor beras dan petani lokal semakin terpinggirkan.
“Jika tidak ada perubahan menyeluruh, masalah pangan akan terus berulang, dan kedaulatan pangan hanya akan jadi jargon,” pungkasnya.-***