TERASJABAR.ID – Kasus dugaan penyalahgunaan kuota haji di Kementerian Agama menjadi salah satu catatan buram penyelenggaraan haji di negeri ini.
Hingga tahun hampir berakhir, perkara yang ditaksir merugikan negara hingga Rp1 triliun itu belum juga menemukan kejelasan.
Komisi Pemberantasan Korupsi memang telah menaikkan status ke tahap penyidikan sejak Agustus, namun publik masih menunggu satu hal paling krusial; penetapan tersangka!
Kondisi ini memunculkan kegelisahan. Pencegahan terhadap sejumlah pihak agar tidak bepergian ke luar negeri sudah dilakukan. Tapi proses hukum seakan jalan di tempat.
Tak sedikit pihak mulai mempertanyakan ketegasan KPK dalam menuntaskan perkara yang diduga melibatkan aktor-aktor penting tersebut.
Padahal, jika alat bukti telah cukup, seharusnya langkah hukum diambil secara tegas dan konsisten, tanpa pesan-pesan yang justru menambah kebingungan.
Desakan agar KPK segera bertindak pun datang dari berbagai kalangan, termasuk tokoh-tokoh keagamaan.
Sorotan utama kasus ini bermula dari pembagian tambahan kuota haji 2024 sebanyak 20 ribu jemaah yang tidak mengikuti ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019.
Alih-alih dibagi sesuai proporsi haji reguler dan khusus, kebijakan justru diubah melalui keputusan menteri yang menabrak aturan di atasnya.
Dampaknya sangat nyata. Ribuan calon jemaah reguler yang telah menunggu belasan tahun kehilangan kesempatan untuk mempercepat keberangkatan mereka.
Tambahan kuota yang seharusnya menjadi kabar baik, berubah menjadi simbol kekecewaan.
Di penghujung 2025, kasus ini menjadi pengingat pahit bahwa penyimpangan kebijakan, bila dibiarkan, bukan hanya merugikan negara, tetapi juga melukai rasa keadilan dan harapan umat.-***
















