TERASJABAR.ID – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung semakin serius mendorong kawasan Konferensi Asia Afrika (KAA) agar diakui sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization).
Langkah konkret itu diwujudkan lewat Simposium Pengusulan Kawasan Konferensi Asia Afrika sebagai Warisan Budaya Dunia UNESCO yang berlangsung di Hotel Savoy Homann, Kamis (16/10/2025).
Wali Kota Bandung Muhammad Farhan mengatakan, proses menuju pengakuan internasional ini merupakan perjalanan panjang yang membutuhkan kerja sama banyak pihak, mulai dari pemerintah pusat hingga daerah.
“Simposium ini menjadi bagian dari upaya mengumpulkan dokumentasi dan memperkuat langkah kita mendaftarkan kawasan KAA sebagai Memory of the World UNESCO. Harapannya, dalam lima tahun ke depan sudah bisa masuk ke daftar tentatif,” ujar Farhan.
Farhan menegaskan, proses pengajuan tersebut tidak bisa dilakukan secara instan. Diperlukan kedisiplinan, ketekunan, serta koordinasi dengan lembaga terkait seperti ICOMOS (International Council on Monuments and Sites) yang menjadi penghubung ke Kementerian Kebudayaan dan Kementerian Luar Negeri.
Ia juga menekankan pentingnya menjaga keaslian kawasan bersejarah tersebut, baik dari sisi fisik maupun nilai-nilai perjuangan yang melekat di dalamnya.
“Pemerintah harus memastikan warisan sejarah di kawasan ini tetap utuh. Jangan sampai wajah Kota Bandung berubah hanya karena selera penguasa. Semua harus berlandaskan regulasi dan visi pelestarian,” tegasnya.
Menurut Farhan, penataan ruang dan perlindungan cagar budaya di sepanjang Jalan Asia-Afrika perlu dijaga dengan prinsip keberlanjutan. Kawasan yang menjadi simbol solidaritas Asia-Afrika tahun 1955 itu, kata dia, seharusnya dikelola dengan visi yang berpihak pada sejarah dan karakter kota.
“Pelestarian kawasan ini bukan semata menjaga bangunan tua, tapi menjaga jati diri bangsa. Aspek ekonomi, tata ruang, dan pelindungan budaya harus berjalan seimbang,” tambahnya.
Lebih jauh, Farhan menyebut pelestarian budaya tidak hanya bersifat seremonial, melainkan bagian penting dari pembangunan karakter bangsa.
Ia berharap simposium ini mampu melahirkan rekomendasi strategis yang mempercepat pengajuan kawasan tersebut ke UNESCO.
“Kita perlu disiplin dalam mendokumentasikan dan mendigitalisasi setiap hasilnya agar langkah ke depan lebih terarah,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung, Adi Junjunan Mustafa, menjelaskan bahwa simposium ini menjadi tindak lanjut dari komitmen Bandung menjaga warisan budaya yang memiliki Outstanding Universal Value atau nilai universal luar biasa.
“Kegiatan ini bertujuan memperkuat dasar ilmiah dan historis kawasan KAA sekaligus menggalang dukungan lintas sektor sebelum diajukan ke daftar tentatif nasional dan UNESCO,” ujar Adi.
Simposium yang berlangsung dua hari itu menghadirkan pakar dari Kementerian Kebudayaan, Kementerian Luar Negeri, akademisi dari berbagai perguruan tinggi, serta tim ahli cagar budaya tingkat nasional. Peserta membahas empat topik utama, mulai dari pengakuan warisan dunia hingga strategi pengelolaan tapak sejarah KAA.
Hasil dari kegiatan ini akan dirangkum dalam 20 dokumen strategis berisi rekomendasi, notulensi, dan materi presentasi yang akan menjadi bahan resmi pengajuan ke UNESCO.
Selain itu, hasil simposium juga akan disebarluaskan ke publik untuk memperkuat diplomasi budaya Bandung di level internasional.
“Kami optimistis kawasan Konferensi Asia Afrika akan menjadi bagian dari warisan dunia UNESCO dan mempertegas posisi Bandung sebagai kota sejarah dan budaya dunia,” pungkas Adi.***