Kalau dulu sekali, masyarakat masih banyak yang menunggu adzan magrib sampai menonton siaran televisi, sekarang cenderung berkurang. Kemajuan teknologi informasi membuat publik dapat dengan mudah mengakses waktu berbuka puasa melalui telepon selulernya, selain tentu kalau memasang alarm di berbagai aplikasi. Menikmati hiburan religius, ceramah agama, pengajian lewat ponsel juga menjadi kecenderungan baru.
Saya pernah merasakan bertahun-tahun berbuka puasa di tengah kemacetan lalu lintas sepulang dari kantor. Bertolak dari Olimo, Mangga Besar, pukul 17.00 adzan selalu terdengar ketika mobil masih berada di Jalan Sudirman, biasanya dekat Hotel Sahid atau menjelang Semanggi. Buka dengan air putih dan jajanan ringan yang sudah disiapkan dari kantor.
Waktu itu juga belum ada KRL, yang ada adalah kereta Odong-Odong, istilah masyarakat, yang gerbongnya sering tidak dapat menampung penumpang. Dan di dalamnya ada pedagang aneka barang dan rombongan pengamen yang selalu mendesak ketika ingin lewat.
Naik kereta juga tidak praktis karena harus terlebih dulu ke Stasiun Tanah Abang menuju Sudimara. Kalau naik bus Mayasari Bhakti jurusan Kota-Ciputat, biasanya susah dapat bangku. Lagipula sering banyak pencopet dan membawa perasaan kurang aman.
Waktu itu jalur saya adalah Jalan Hayam Wuruk, Medan Merdeka Barat, Jalan Thamrin, Sudirman, Pakubowono, Gandaria, Iskandar Muda, Tanah Kusir, Jalan Veteran, Rempoa, Ciputat. Belum ada jalan tol JORR yang membuat ada pilihan via Tomang atau via Ciledug. Waktu perjalanan kadang mencapai 2 jam 30 menit.