Tekanan ini diperparah dengan kenyataan bahwa keluarga mereka kini tinggal di kontrakan kecil setelah rumah mereka digusur, menambah beban emosional yang harus ditanggung Aura.
Sang ayah, Agus, tak kuasa menahan tangis saat menceritakan penderitaan putrinya. Dalam wawancara yang diunggah akun media sosial pada 2 Mei 2025, Agus mengaku menyesal telah membujuk Aura untuk menghadiri pertemuan dengan Dedi Mulyadi.
“Terus terang saya menyesal sekali. Dihujat sampai sedemikian rupa, saya sebagai ayahnya gak ikhlas,” ujar Agus sambil menangis. Ia juga merasa bersalah karena tidak mampu membela Aura saat hujatan datang bertubi-tubi. “Aura bilang, ‘Pah, kenapa tadi Papa gak bela Aura?’ Saya merasa kasihan, saya hanya diam di situ,” tambahnya.
Di sisi lain, Dedi Mulyadi sempat memuji keberanian Aura, menyebutnya sebagai sosok yang pintar dan ikhlas dalam menyuarakan pendapat. Namun, ia juga menegaskan bahwa kebijakan penghapusan wisuda sekolah bertujuan meringankan beban finansial orang tua, terutama keluarga kurang mampu seperti Aura.
“Cuma Rp1 juta bagi keluarga mereka, tapi bagi keluarga lain itu sangat berat,” kata Dedi dalam pernyataannya pada 29 April 2025. Meski begitu, publik tetap terbelah—sebagian mendukung Aura, sementara lainnya menganggap debat ini hanyalah settingan, terutama karena jejak digital Aura yang menunjukkan ia bukan remaja biasa, melainkan aktris yang pernah tampil di sinetron seperti Sayap Cinta Terindah dan iklan pinjaman online.
Kondisi ini menunjukkan betapa beratnya tekanan yang dihadapi Aura sebagai remaja yang berani bersuara. Keluarganya kini hanya berharap hujatan segera mereda agar Aura bisa kembali menjalani hidup dengan tenang. Kisah Aura menjadi pengingat bahwa di balik keberanian menyuarakan keadilan, sering kali ada dampak emosional yang tak terlihat, terutama bagi mereka yang masih muda dan rentan seperti Aura.