TERASJABAR.ID – Sejak kecil, anak laki-laki sering dibesarkan dengan kalimat seperti “cowok kok nangis” atau “jangan cengeng, kamu kan laki-laki”.
Budaya ini secara tidak langsung membentuk pola pikir bahwa ekspresi emosi adalah kelemahan.
Padahal, menangis adalah bentuk ekspresi yang wajar, sehat, dan manusiawi.
Anak laki-laki juga punya perasaan yang perlu disalurkan, bukan ditekan.
Menahan tangis bukan berarti kuat, justru bisa membuat anak bingung menghadapi emosi dalam dirinya.
Akibatnya, banyak pria dewasa yang kesulitan menyampaikan perasaan atau rentan meledak saat stres.
Mengajarkan anak cowok untuk mengenali dan mengelola emosinya adalah investasi besar untuk masa depannya.
Mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang empatik, dewasa, dan punya kecerdasan emosional tinggi.
Orang tua sebaiknya mulai dengan membiasakan obrolan terbuka. Misalnya saat anak marah atau sedih, bantu ia memberi nama pada perasaannya. “Kamu kesal ya karena mainannya rusak?” Itu langkah kecil tapi besar dampaknya.
Jangan takut anak dianggap lemah jika menunjukkan emosi. Justru dari sanalah mereka belajar menjadi manusia seutuhnya yang tidak menutup diri dari rasa.
Dengan membiarkan anak cowok menangis dan merasa, kita sedang menciptakan generasi pria yang lebih sehat mentalnya, lebih penyayang, dan jauh dari sifat toxic masculinity.
Ingat, air mata bukan tanda kekalahan, tapi keberanian untuk jujur pada diri sendiri. Dan itu butuh keberanian.
Biarkan anak cowok menangis, karena dari sanalah mereka belajar menjadi laki-laki sejati yang tahu cara mencintai, memahami, dan menghargai diri maupun orang lain.***