TERASJABAR.ID – Ahli waris H. Kartim bin Saipan sebagai pemilik sah lahan yang ditempati SMPN 1 Babakan Cikao, Kab. Purwakarta, merasa prihatin atas narasi yang dilontarkan pihak tergugat –dalam hal ini Pemkab Purwakarta– yang menebarkan informasi hoax dan fitnah.
Terakhir, anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka dihadirkan untuk menarasikan adanya mafia tanah yang berkolaborasi dengan mafia hukum. Karenanya, Rieke meminta Komisi Yudisial (KY) untuk mengawal proses hukum kasus sengketa lahan SMPN 1 Babakan Cikao yang saat ini tengah berada di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA).
“Masih ada harapan di MA. Saya berkolaborasi dengan KDM dan Om Zein, bukan untuk mengintervensi proses hukum, tapi menyuarakan fakta hukum yang ada,” ujar Rieke seperti dikutip dari Sidikjari.co.id, pada Selasa (15/10).
Menurut salah satu ahli waris, Rd. Kurnia Ragasukma, pernyataan Rieke ini amat tidak seimbang. “Katanya dia pembela rakyat, tapi yang didatangi hanya pihak pemerintah sebagai tergugat. Apa dia tak sadar bahwa kami sebagai rakyat kecil telah kehilangan hak atas tanah selama lebih dari 40 tahun? Di mana letak keadilan ketika tanah sah milik rakyat malah diklaim punya pemerintah?” katanya setengah bertanya.
Rieke, lanjutnya, telah menggiring opini bahwa pihak penggugat yang terdiri dari 12 warga sepuh –dan sebagian besar berkekurangan– adalah bagian dari mafia tanah atau mafia hukum. “Tolong jelaskan, bagian mana fakta hukum yang kami telikung? Apa ada tanda-tanda kami berkolaborasi dengan pihak tertentu untuk mengakali hukum sehingga disebut mafia?” tandas Kurnia.
“Pernyataan Bu Rieke yang meminta KY untuk turun memeriksa para hakim di PN dan PT yang memenangkan penggugat, justru adalah bentuk intervensi terhadap proses hukum. Karena seolah punya kuasa untuk mengancam para hakim yang berusaha untuk melepaskan diri dari tekanan kekuasaan. Jadi saya minta Bu Rieke untuk adil melihat ini dari dua sisi. Jangan baru dapat masukan satu pihak, sudah bisa ambil kesimpulan,” tegasnya.
“Usia kami sudah pada tua renta, ingin memgambil hak kami dengan sewajarnya sesuai aturan, yang selama ini belum pernah kami nikmati selama puluhan tahun. Untuk itulah sebagai warna negara yang baik, melalui lembaga peradilanlah kami menggugat, supaya mendapatkan rasa keadilan sebagai para ahli waris,” tambah Kurnia.
Sejalan dengan itu, untuk menunjukkan bukan keuntungan yang dicari para penggugat, para ahli waris membuat surat pernyataan, bahwa jika terjadi perdamaian dengan Pemkab Purwakarta, akan mewakafkan setengah dari nilai appraisal/penaksiran tanah atau setengah dari luas tanah untuk kepentingan masyarakat umum.
Seperti diketahui, kedua belas keturunan pemilik asli lahan dinyatakan menang oleh Pengadilan Negeri (PN) Purwakarta pada10 Maret lalu. Mereka pun dinyatakan sebagai pemilik sah lahan seluas 8.200 M2 itu oleh Pengadilan Tinggi Jawa Barat pada 21 Mei 2025. Dan kini, para tergugat membuat memori kasasi ke Mahkamah Agung untuk mengugurkan vonis PN dan PT tersebut.*