Oleh dr. Tifauzia Tyassuma & ReO Fiksiwan
„Pria yang digambarkan kepada kita, yang kita diundang untuk bebaskan, pada dasarnya sudah merupakan akibat dari penundukan yang lebih dalam daripada dirinya sendiri.
Tidak ada hubungan kekuasaan tanpa adanya pembentukan bidang pengetahuan yang saling terkait, dan tidak ada pengetahuan yang tidak mengasumsikan dan sekaligus membentuk hubungan kekuasaan.” — Micheal Foucault(1926-1984), Discipline and Punish: The Birth of the Prison(1975).
Sejarah sering kali tidak runtuh dengan dentuman keras, melainkan dengan suara yang pelan, dengan rambut yang menipis, langkah yang melambat, dan tatapan yang tiba-tiba tampak jauh dari dirinya sendiri.
Tubuh manusia, sebagaimana ditunjukkan neurosains, adalah arsip yang mencatat semua yang tak pernah diucapkan.
Kortisol yang berlebihan memendekkan telomer, penanda biologis umur harapan hidup; inflamasi kronik mengubah ekspresi gen; wajah menjadi layar bioskop tempat memori hidup diputar ulang.
Rambut yang gugur bukan sekadar genetika, melainkan mahkota biologis yang perlahan kembali ke tanah, tanda bahwa tubuh sedang menua bersama sejarah.
Dalam imunologi klinis, kita mengenal autoimun, fenomena ketika tubuh menyerang dirinya sendiri.












