Oleh : Adhy Ramawan Putra (Pegawai Bank Indonesia dan Alumni Postgraduate The Ohio State University)
Kemajuan ekonomi daerah sering bergerak cepat melalui pembangunan jalan. Napoleon Bonaparte memahami itu ketika ia membangun jaringan postal roads yang menghubungkan Paris dengan kota-kota besar di Eropa. Baginya, negara yang terkoneksi adalah negara yang bisa menggerakkan pasukan, perdagangan, dan ide pencerahan. Infrastruktur jalan bukan sekedar campuran batu, tanah, dan aspal, namun merupakan instrumen untuk mengatur ritme ekonomi dan memperkuat integrasi wilayah.
Beberapa dekade kemudian, gagasan serupa bergema hingga Nusantara. Mengemban amanah Louis Bonaparte, Herman Willem Daendels membangun Jalan Raya Pos dari Anyer hingga Panarukan. Terlepas dari kontroversinya, proyek yang melibatkan ratusan ribu tenaga kerja itu tidak hanya menciptakan jalur strategis kolonial, tetapi juga menandai lahirnya poros ekonomi baru. Salah satu titik yang mengalami transformasi paling signifikan adalah Bandung. Kota yang semula hanyalah daerah pegunungan tenang, berubah menjadi simpul aktivitas yang kelak berkembang menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, dan pendidikan.
Akan tetapi, konektivitas tidak pernah selesai sekali dibangun. Selama puluhan tahun, Pulau Jawa tumbuh dengan ketimpangan infrastruktur, jalur utara dipenuhi jalan negara, rel kereta, pelabuhan, hingga deretan tol. Sementara jalur selatan, dari Garut, Tasikmalaya, Ciamis, hingga Banjar dan Pangandaran hanya bertahan dengan infrastruktur yang lebih terbatas. Akibatnya, harga logistik lebih tinggi, investasi bergerak lebih lambat, dan mobilitas tenaga kerja tidak seefisien kawasan utara.
Rencana pembangunan Tol Getaci (Gedebage-Tasikmalaya-Cilacap) yang kembali tercatat sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) menjadi momentum penting untuk mengikis gap tersebut. Dengan koridor yang melintasi jalur selatan, tol ini tidak hanya mempercepat perjalanan Bandung–Tasikmalaya, tetapi juga memutus sejarah panjang ketimpangan konektivitas. Dalam bahasa sederhana, ia membawa Jawa Barat Bagian Selatan masuk ke peta pertumbuhan yang sebelumnya terkonsentrasi di utara.
Gerbang Pertumbuhan Baru di Priangan Timur
Jika ditarik lebih luas, pembangunan tol selalu memiliki dua efek ekonomi, mulai dari meningkatkan konektivitas dan menciptakan titik-titik aktivitas baru. Priangan Timur berpotensi merasakan keduanya. Kelak, simpul Getaci dapat memunculkan kawasan industri baru, sekaligus mempermudah distribusi produk, memperpendek waktu tempuh, serta menurunkan biaya logistik bagi sektor pertanian dan perikanan.
Lebih jauh, tol ini berpotensi melahirkan new growth enclaves atau titik-titik pertumbuhan baru yang menjadi magnet investasi. Ia menciptakan hinterland ekonomi yang tidak lagi bergantung pada Bandung semata. Di Tasikmalaya, pusat jasa dan perdagangan dapat tumbuh lebih cepat. Di Ciamis dan Banjar, agribisnis dan industri pengolahan memiliki peluang besar. Pangandaran juga demikian dengan daya tarik wisatanya, dapat menjadi coastal growth hub yang terhubung langsung ke pasar domestik Jawa. Inilah pola pemerataan pembangunan yang dahulu sulit dibayangkan tanpa akses tol.
Pada akhirnya, infrastruktur bukanlah tujuan namun merupakan alat untuk membuka ruang kemajuan. Jalan baru menghadirkan pilihan baru, tempat tinggal baru, peluang usaha baru, dan hubungan ekonomi baru. Jika dirancang dengan tata ruang yang tepat, Getaci dapat menjadi jembatan yang menghubungkan potensi Priangan Timur dengan pasar yang lebih luas, sekaligus mengoreksi ketimpangan historis antara utara dan selatan.
Di penghujung renungan ini, kita diingatkan bahwa setiap jalur yang dibangun selalu membawa harapan. Dari jalan pos Napoleon hingga Jalan Raya Pos Daendels, dari Bandung tempo dulu hingga Priangan Timur hari ini, pembangunan infrastruktur adalah cerita tentang manusia yang ingin bergerak maju.
Jalan dibuat bukan sekadar untuk dilalui, melainkan untuk mempertemukan harapan dengan kesempatan. Getaci mungkin hanyalah bentangan aspal dalam peta, tetapi bagi Priangan Timur, ia adalah undangan untuk tumbuh bersama tanpa lagi terhalang oleh jarak dan ketimpangan konektivitas.*












