Oleh Dr. A. Effendy Choirie, MAG, MH Ketua Umum DNIKS, Anggota DPR/MPR RI 1999–2013
Sejahtera Untuk Semua
Pendahuluan
Pengelolaan fiskal adalah jantung dari tata kelola negara modern. Di Indonesia, peran Menteri Keuangan menjadi sangat strategis dalam menjaga stabilitas ekonomi, mengoptimalkan pemanfaatan APBN, dan memastikan setiap rupiah anggaran berbuah nyata bagi kesejahteraan rakyat.
Kepemimpinan Menkeu Purbaya menegaskan dua agenda pokok: reformasi fiskal dan reformasi mental aparatur negara.
Kedua hal ini harus berjalan simultan karena anggaran negara tidak cukup hanya dikelola secara rasional dan teknokratis; ia harus dijalankan oleh aparatur yang berintegritas, bebas dari mentalitas rente, dan memiliki orientasi pelayanan publik.
Fiskal sebagai Instrumen
Kesejahteraan Fiskal bukan hanya persoalan angka dalam neraca negara, tetapi alat untuk mewujudkan amanat konstitusi: memajukan kesejahteraan umum.
APBN Indonesia terus meningkat sejalan dengan kebutuhan pembangunan nasional.
Pada tahun 2023 APBN mencapai sekitar Rp3.061 triliun, naik menjadi Rp3.325 triliun pada tahun 2024. Belanja sosial juga tumbuh signifikan, dari sekitar Rp476 triliun pada tahun 2023 menjadi Rp496 triliun pada 2024. Peningkatan ini menunjukkan keseriusan negara mengalokasikan sumber daya bagi kesejahteraan rakyat, termasuk bantuan sosial, subsidi kesehatan dan pendidikan, serta perlindungan sosial lainnya.
Masalah Dana Mengendap dan Dampaknya
Namun demikian, tantangan besar masih dihadapi, terutama terkait penyerapan anggaran daerah. Setiap tahun ratusan triliun rupiah dana APBD mengendap di bank-bank daerah. Pada tahun 2023 dana mengendap diperkirakan lebih dari Rp120 triliun, meningkat menjadi Rp124 triliun pada 2024 dan diproyeksikan tetap tinggi pada 2025. Dana ini seharusnya menggerakkan ekonomi daerah melalui pembangunan jalan, sekolah, layanan sosial, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Ketika dana tidak terserap, rakyat dirugikan: lapangan kerja tidak tercipta, daya beli masyarakat melemah, dan program penanggulangan kemiskinan berjalan lambat. Padahal tingkat kemiskinan dapat terus ditekan dari 9,36% pada 2023 menjadi 9% pada 2024 dan diharapkan 8,65% pada 2025, bila belanja publik dijalankan efektif.














