Dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki ekosistem serta fasilitas yang mendukung kebutuhan wisatawan muslim.
“Hal ini memberikan Indonesia keunggulan kompetitif untuk memperkuat posisinya sebagai destinasi ramah Muslim di tingkat global,” katanya.
Tren kedua adalah perubahan demografi wisatawan. Generasi Z dan milenial kini menjadi motor baru pertumbuhan pariwisata dunia dengan minat berwisata yang tinggi. Karena itu, pariwisata Indonesia perlu menghadirkan pengalaman yang sesuai dengan preferensi generasi ini.
Generasi muda cenderung mencari inspirasi melalui media sosial, kreator perjalanan, dan generative AI. Mereka juga mengutamakan pengalaman yang bermakna dan naratif dengan sebanyak 52 persen Gen Z bahkan rela membayar lebih untuk mendapatkan pengalaman berwisata yang berkesan.
“Perubahan ini membuka peluang besar bagi promosi pariwisata Indonesia dengan pendekatan digital yang terarah dan berbasis pengalaman. Dengan strategi yang tepat, kita dapat menjangkau pasar global secara lebih efisien dan personal,” kata Menpar.
Tren ketiga adalah perubahan pola pemilihan destinasi. Destinasi yang sebelumnya bukan top of mind atau hanya menjadi detour destination kini semakin diminati wisatawan.
“Di kawasan Asia Tenggara, proporsi kunjungan ke destinasi semacam ini diperkirakan meningkat dari 24 persen pada 2023 menjadi 30 persen pada 2030. Ini membuka peluang bagi Indonesia untuk mengemas ulang dan memperkaya produk wisata, dengan menggabungkan destinasi populer dan destinasi niche di sekitarnya untuk menciptakan paket wisata yang lebih autentik,” katanya.
Menpar menegaskan bahwa Kementerian Pariwisata telah menyiapkan sejumlah program unggulan untuk memaksimalkan peluang tersebut. Di antaranya Pariwisata Naik Kelas, Event by Indonesia, Desa Wisata, Tourism 5.0, dan Gerakan Wisata Bersih. Semua program tersebut berlandaskan pada visi pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan.













