TERASJABAR.ID – Sebanyak 133 rumah warga Dusun 2 Wana Asih Desa Randusari, Kecamatan Cibereum, Kuningan, selama lima tahun terakhir ini terdampak “Bendungan Kuningan” hingga mengalami krisis ekologis dan kesehatan publik.
Hal itu diungkapkan sejumlah aktivis Masyarakat Peduli Kuningan (MPK), Yudi Setiadi, Fachrurozi, Yusup Dandi dan Lukas Sanjaya. Mereka secara kolektif mengecam keras seluruh pemangku kebijakan, bahwa situasi di Wana Asih telah mencapai titik krisis. Dalam hal ini negara tidak boleh lagi bersikap pasif.
Seperti diketahui, dampak dari Bendungan tersebut, menimbulkan pencemaran udara, polusi suara, krisis air bersih dan gangguan kesehatan , seperti sesak nafas, iritasi mata hingga tekanan psikologis kronis.
Keberadaan warga Dusun Wana Asih itu dari lokasi Bendungan Kuningan, sekitar kurang dari satu kilometer dari saluran pembuangan utama Waduk Kuningan. Sebagian bahkan berdiri tepat di tepi saluran tersebut.
“Situasi ini menempatkan masyarakat dalam kondisi sangat rentan terhadap pencemaran udara, polusi suara, krisis air bersih, dan berbagai gangguan kesehatan, seperti sesak napas, iritasi mata, hingga tekanan psikologis kronis,” paparnya.
Ironisnya, hasil pemantauan partisipatif dan analisis spasial menunjukkan, lebih dari 70% air Waduk Kuningan justru dimanfaatkan untuk irigasi dan distribusi air di Kabupaten Brebes dan wilayah luar Kabupaten Kuningan. Sebaliknya, masyarakat Kuningan—terutama yang tinggal di sekitar saluran pembuangan—hanya memperoleh sebagian kecil manfaat dari infrastruktur tersebut.
Fakta ini menggambarkan bentuk nyata dari ketimpangan ekologis dan ketidakadilan spasial. Sumber daya alam diekstraksi untuk kepentingan wilayah luar, sementara masyarakat lokal menanggung dampak langsung berupa pencemaran lingkungan tanpa perlindungan, kompensasi, atau jaminan keselamatan yang layak.